Scroll untuk baca artikel
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
previous arrow
next arrow
Kesehatan

Waspadai Bangkai Babi di Sungai, Begini Gejala Jika Terjangkit Virus ASF dan HC

×

Waspadai Bangkai Babi di Sungai, Begini Gejala Jika Terjangkit Virus ASF dan HC

Sebarkan artikel ini

mediasumutku.com | MEDAN – Temuan bangkai babi yang meraja lela di beberapa sungai di provinsi Sumatera Utara mulai meresahkan. Diduga babi yang mati itu terindikasi penyakit virus African Swine Fever (ASF) dan Hog Cholera (HC). Hal itu diperkuat oleh keterangan surat edaran dari Balai Veteriner Medan 6 November 2019.

Melansir dari laman resmi World Organization For Animal Health yang dikutip dari Kompas.com, virus demam babi afrika adalah sebuah penyakit berbahaya yang menginfeksi babi. Hingga saat ini, belum diketahui risikonya terhadap manusia.

Penyakit ini disebabkan oleh virus dari famili Asfarviridae, yang juga menginfeksi kutu dari genus Ornithodoros. ASF adalah penyakit endemik di wilayah Afrika sub-Sahara. Di Eropa, ASF menjadi endemik di Sardinia dalam beberapa dekade. Penyakit ini kemudian mewabah di Georgia, Armenia, Azerbaijan dan bagian wilayah Eropa seperti Rusia, Ukraina, serta Belarus pada 2007.

Baca Juga:   Pelindo 1 Terapkan Social Distancing Di Area Publik

Sementara itu, laman resmi European Food Safety Authority, menyebutkan, belum ada vaksin untuk menyembuhkan penyakit ini. Oleh karena itu, virus ASF memiliki dampak sosio-ekonomi yang cukup serius di negara-negara yang terinfeksi virus ini. Transmisi dan penyebaran Epidemiologi dari demam babi afrika cukup kompleks dan bervariasi. Hal ini bergantung pada kondisi lingkungan, keberadaan vektor, tingkah laku manusia, dan keberadaan babi liar.

Alur transmisi dapat melalui beberapa cara, yaitu: Kontak langsung dengan babi yang terinfeksi oleh virus ASF Kontak tidak langsung melalui pengonsumsian daging atau produk daging olahan dari hewan yang terinfeksi, termasuk sisa bahan makanan, pakan, dan babi liar yang terinfeksi Benda-benda yang terkontaminasi atau vektor-vektor biologis Pergerakan dari hewan-hewan yang terinfeksi, produk-produk babi yang terkontaminasi, dan pembuangan bangkai secara ilegal adalah penyebaran yang paling signifikan untuk penyakit ini.

Baca Juga:   Kebijakan New Normal, Pemkab Samosir Nunggu Petunjuk Teknis Gubsu

Gejala-gejala klinis Gejala-gejala klinis dan tingkat kematian bergantung pada jenis virulensi virus dan spesies babi. Berikut adalah beberapa jenis gejala klinis pada bentuk-bentuk virus ASF: Gejala akut dari ASF ditandai dengan demam tinggi, depresi, anoreksia, kehilangan selera makan, pendarahan pada kulit (kemerahan pada kulit telinga, perut, dan kaki), keguguran pada induk yang hamil, sianosis, muntah, diare, dan kematian dalam waktu 6-13 hari (atau bisa juga hingga 20 hari). Tingkat kematian pada bentuk ini dapat mencapai 100%.

Gejala sub akut dan kronik ASF disebabkan oleh virus dengan virulensi moderat atau rendah. Jenis virus ini menghasilkan gejala-gejala klinis yang tidak begitu jelas dan dapat terlihat dalam periode waktu yang lebih lama.

Baca Juga:   IBN Wiswantanu Fasilitasi 300 Vaksin Covid-19 Untuk Keluarga Kejati Sumut

Tingkat kematian jenis virus ini lebih rendah, yaitu berkisar antara 30-70%. Gejala penyakit kronik termasuk penurunan berat badan, demam yang berselang, gejala pernafasan, penyakit kulit kronis, dan radang sendi.

Pencegahan dan pengawasan Pencegahan di negara-negara yang belum terinfeksi dapat dilakukan dengan memperketat kebijakan impor dan pengukuran biosekuritas. Kebijakan ini untuk memastikan bahwa tidak ada babi atau olahan daging babi yang masuk ke dalam negara tersebut.

Pengetahuan yang baik dan manajemen dari populasi babi liar serta koordinasi antar-instansi atau lembaga yang bertanggung jawab atas hewan ternak, satwa, dan otoritas kehutanan dibutuhkan untuk mencegah dan mengontrol wabah ASF ini.(kompas)