Scroll untuk baca artikel
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
previous arrow
next arrow
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru Muda
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru Muda
previous arrow
next arrow
EkonomiHeadlineKesehatanNasional

Covid 19 Memukul Telak Industri Hotel dan Restoran di Indonesia

×

Covid 19 Memukul Telak Industri Hotel dan Restoran di Indonesia

Sebarkan artikel ini

Mediasumutku.com I Jakarta : Kalangan pelaku usaha bidang perhotelan dan restoran mengaku mengalami pukulan telak karena mengalami kesulitan cash flow kerugian sejak mewabahnya virus Corona atau Covid 19 ini. Menurut Ketua Umum Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia pada bulan Maret 2020 terjadi penurunan omset penjualan sebesar 25-50% dari kondisi penjualan saat normal.

Hariyadi BS. Sukamdani, Ketua Umum Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia itu, dalam siaran persnya Senin (23/2/2020) mengatakan, bahwa telah terjadi penurunan occupancy rate yang tajam sejak dikeluarkannya Nota dinas dari beberapa kementerian dan lembaga yang memberikan instruksi untuk tidak mengadakan rapat atau acara yang mengumpulkan orang banyak. Segmen pasar pemerintah bagi sektor hotel sangat dominan di seluruh wilayah Indonesia.

“Kondisi cash flow sektor hotel semakin menyusut sehingga kemampuan untuk membayar kewajiban kepada perbankan, pajak (pajak pemerintah pusat, pajak & retribusi daerah), iuran BPJS Ketenagakerjaan, iuran BPJS Kesehatan dan biaya operasional (gaji karyawan, supplier bahan baku, listrik, air, telepon dan lain-lain) menjadi melemah dengan kemungkinan gagal bayar bila pemerintah tidak melakukan kebijakan untuk mengantisipasinya,” kata pemilik Sahid Hotel Jakarta ini.

Baca Juga:   Lanjutkan Tren Positif, Neraca Perdagangan Februari Kembali Surplus

Menurut dia, telah terjadi peningkatan harga bahan baku yang tinggi seperti onion, bawang putih dan gula akibat menyusutnya stok karena semakin sulitnya proses impor. Sama seperti sektor hotel, sektor restoran juga
mengalami kesulitan cash flow.

Dia mengatakan, pada saat ini menajemen hotel mulai membicarakan kemungkinan terburuk kepada karyawan untuk mengurangi biaya tenaga kerja yaitu dengan mengatur giliran kerja/merumahkan sebagian karyawan, mengurangi jam kerja, menghentikan pekerja harian serta kemungkinan pembayaran THR yang tidak utuh.

Adapun, kata Hariadi, pemberian stimulus sektor pariwisata yang telah diputuskan terhadap Hotel dan Restoran pada waktu yang lalu sudah tidak tepat pada situasi dan kondisi saat ini, karena pelaku usaha pariwisata khususnya hotel dan restoran tidak akan menerima manfaat langsung terhadap stimulus tersebut, namun yang menerima manfaat adalah Pemerintah Daerah (Pemda) di 36 Kabupaten/Kota yang berada di 10 Destinasi Pariwisata yang telah ditetapkan oleh Pemerintah saja.

Baca Juga:   Sidang Kasus Tanah Sengketa No Perkara Perdata No 08 di PN Tanjung Balai Berjalan Lancar

Dia mengatakan dengan adanya pembatasan kegiatan dari berbagai korporasi dan ketakutan masyarakat untuk bepergian karena masih merebaknya COVID-19, maka kegiatan pariwisata baik pergerakan wisatawan
nusantara (bisnis dan leisure) dan kunjungan wisatawan mancanegara (bisnis dan leisure), pada sektor bisnis pariwisata khususnya Hotel dan Restoran serta usaha pariwisata lainnya, pada umumnya mengalami
penurunan Tingkat Hunian Kamar (Occupancy) dan/atau penurunan tingkat kunjungan konsumen yang cukup drastis.

Hariadi memberikan masukan kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif agar dapat mengalokasikan dana promosi pariwisata dan lain-lainnya yang ada pada anggaran program kerja di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tahun 2020 dan bersifat tidak urgent dalam situasi seperti ini.

Baca Juga:   Diteror Bom Bunuh Diri, Akses Markas Polrestabes Medan Ditutup

Namun lebih difokuskan dalam membantu usaha Hotel dan Restoran serta usaha pariwisata lainnya di seluruh wilayah di Indonesia yang membutuhkan. Misalkan, memberikan disinfektan gratis kepada seluruh tempat usaha pariwisata, khususnya hotel dan restoran, memberikan bantuan alat pengukur suhu tubuh pada hotel dan
restoran.

Hariadi mengharapkan kepada Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
diharapkan dapat, pertama, menjaga agar tidak terjadi kenaikan harga bahan pokok dan
kelangkaan stok di pasaran untuk seluruh wilayah di Indonesia.

“Kami PHRI juga mengimbau memerintahkan kepada seluruh Pemerintah Daerah baik Gubernur maupun Bupati dan Walikota di seluruh wilayah di Indonesia bukan hanya di 36 Kabupaten/Kota yang ada di 10 Destinasi Pariwisata agar tidak menjadikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai instrumen target capaian tahun berjalan dalam situasi wabah COVID-19 sedang berlangsung ini,” pungkasnya. (MS5)