Scroll untuk baca artikel
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
previous arrow
next arrow
HeadlineHukrim

Komisi III DPR-RI Pilih 5 Orang Ini Jadi Pimpinan Baru KPK

×

Komisi III DPR-RI Pilih 5 Orang Ini Jadi Pimpinan Baru KPK

Sebarkan artikel ini

Jakarta, Mediasumutku.com– Akhirnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki lima pimpinan baru untuk periode 2019-2023 . Satu orang di antaranya adalah pimpinan petahana. Lima orang itu dipilih oleh Komisi III DPR RI di gedung DPR, Jumat (13/9/2019) dinihari, setelah para anggota Komisi III melakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) kepada 10 calon pimpinan (capim) KPK yang diserahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kelima orang yang dipilih DPR itu ialah Firli Bahuri (56 suara), Alexander Marwata (53 suara), Lili Pintauli Siregar (44 suara), Nurul Ghufron (51 suara), dan Nawawi Pomolango (50 suara). DPR mempercayakan posisi Ketua KPK kepada Firli Bahuri yang memperoleh suara terbanyak dalam voting tersebut.

Kelima pimpinan KPK yang baru ini memiliki latar belakang berbeda-beda. Berikut profil singkat kelima pimpinan baru KPK itu:

Firli Bahuri

Firli Bahuri, Ketua KPK yang baru

Irjen Firli Bahuri lahir di Lontar, Muara Jaya, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, 8 November 1963. Saat ini, dia menjabat sebagai Kapolda Sumsel sejak 20 Juni 2019. Firli tercatat pernah menjabat sejumlah jabatan penting.

Ia pernah menjadi ajudan Wakil Presiden RI Boediono. Dia kemudian menjabat Wakil Kepala Kepolisian Daerah Banten, Karopaminal Divpropam Polri, Kepala Kepolisian Daerah Banten, Karodalops Sops Polri, Wakil Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Kapolda NTB.

Dia juga pernah menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK sebelum dipercaya sebagai Kapolda Sumsel. Saat fit and proper test, Firli menyoroti soal pencegahan korupsi. Selain itu, juga ingin mengawal pemindahan ibukota ke Kalimantan Timur (Kaltim). Firli terakhir menyetor LHKPN pada 29 Maret 2019. Total harta kekayaannya sebesar Rp 18.226.424.386.

Sosok Firli sempat ramai dibahas terkait dugaan pelanggaran etik terkait dirinya bertemu mantan Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang (TGB) semasa Firli menjabat Deputi Penindakan KPK.

Baca Juga:   KPK Berikan Penghargaan Kepada Pidsus Kejati Sumut Terkait Perkara Lanjut Ke Tahap Persidangan Terbanyak

Selain itu, dia juga disebut bertemu dengan Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar yang menjadi saksi di KPK hingga salah satu ketua umum partai politik. Firli pun sudah angkat bicara tentang dugaan pelanggaran etik yang dialamatkan kepadanya.

Menurutnya, kelima Pimpinan KPK saat ini tak pernah menyatakan dirinya melakukan pelanggaran.

“Ada dari 5 pimpinan bicara Pak Saut ada, Ibu Basaria, Pak Laode, Pak Alex, Pak Agus juga. Saya sendiri menghadapi 5 pimpinan tidak ada satu pun pimpinan mengatakan saya melanggar. Saya diperingatkan, iya,” ujar Firli dalam fit and proper test di DPR.

Alexander Marwata

Alexander Marwata, pimpinan petahana KPK

Alexander lahir di Klaten, Jawa Tengah, 26 Februari 1967. Dia pernah menjadi hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Jakarta. Sebelum itu, Alexander telah berkarir di Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP) mulai Sejak tahun 1987-2011.

Alexander terakhir melaporkan harta kekayaannya pada 27 Februari 2019. Total harta Alexander yang berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN)-nya berjumlah Rp 3.968.145.287.

Dia merupakan pimpinan petahanan KPK pertama yang terpilih lagi dalam proses voting di DPR untuk masa jabatan periode berikutnya. Sejak KPK berdiri, belum pernah ada pimpinan petahana KPK yang terpilih dua kali.

Selama proses uji kelayakan di DPR, ada sejumlah kejutan yang muncul dari ucapan Alexander. Misalnya tentang orang yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK hanyalah orang goblok.

“Kalau boleh saya katakan, hanya orang yang goblok aja yang kena OTT itu,” kata Alexander dalam uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) di Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2019).

Lili Pintauli Siregar

Lili Pintauli Siregar, aktivis perempuan yang terpilih menjadi Komisioner KPK

Lili Pintauli Siregar merupakan seorang advokat yang pernah menjadi Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dua periode mulai dari 2008-2013 dan 2013-2018. Selain itu, dia juga punya kantor advokat sendiri.

Baca Juga:   Dua Pejabat KPK Ini Mundur dari Jabatannya

Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikannya ke KPK pada Maret 2019, Lili tercatat punya harta Rp 781 juta. Soal jumlah harta Lili ini sempat disorot dalam fit and proper test karena sempat tertulis berjumlah Rp 70 juta. Namun, Lili mengatakan jumlah yang sempat tertulis itu salah dan sudah diklarifikasi ke KPK jumlah sebenarnya yakni Rp 781 juta.

Lili menjadi wanita kedua yang menduduki posisi pimpinan KPK. Dia bakal meneruskan Basaria Pandjaitan yang menjadi Pimpinan KPK 2015-2019.

Saat mengikuti uji kelayakan di DPR, Lili sempat terlibat debat panas dengan Anggota Komisi III dari Gerindra Desmond J Mahesa soal justice collaborator (JC). Desmond mengawali perdebatan dengan bertanya soal pihak yang berwenang menentukan JC.

Selain itu, Lili juga menyatakan setuju dengan rencana revisi UU KPK. Salah satu poin yang disepakatinya adalah pemberian kewenangan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) oleh KPK.

“Untuk beberapa hal, pertama saya melihat, yang saya setuju misalnya adanya SP3 karena kan ini tidak menutup kalau ternyata ada bukti lain itu bisa dibuka kembali,” jelasnya.

Nawawi Pomolango

Nawawi Pomolango, seorang hakim karir yang terpilih menjadi komisioner KPK

Nawawi Pomolango adalah seorang hakim. Dia mengawali kariernya sebagai hakim pada tahun 1992 di PN Soasio Tidore, Kabupaten Halmahera Tengah. Lantas pada 1996, Nawawi dipindah tugaskan sebagai hakim di PN Tondano, Sulawesi Utara.

Lima tahun kemudian, dia dimutasi sebagai hakim PN Balikpapan dan pada 2005 dimutasi lagi ke PN Makassar. Nawawi mulai dikenal saat bertugas di PN Jakarta Pusat dalam kurun 2011-2013.

Nawawi kerap ditugaskan mengadili sejumlah kasus rasuah yang ditangani KPK karena punya di bidang ini. Nawawi kembali ke Jakarta sebagai Ketua PN Jakarta Timur. Nawawi pernah menjatuhkan vonis 8 tahun penjara kepada eks hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, dalam kasus suap terkait uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Baca Juga:   Jelang New Normal, Bupati Asahan dan Komunitas Gowes Bersepeda Santai

Dia juga pernah menghukum eks Ketua DPD Irman Gusman selama 4,5 tahun penjara dalam kasus suap kuota gula impor. Akhir 2017, Nawawi kembali mendapat promosi sebagai hakim tinggi pada PT Denpasar sampai saat ini.

Merujuk laman resmi PT Denpasar, jabatannya saat ini merupakan Hakim Utama Muda. Nawawi terakhir melaporkan LHKPN pada 26 Maret 2019. Total harta kekayaannya sebesar Rp. 1.893.800.000.

Nurul Ghufron

Nurul Ghufron, seorang dosen di Fakultas Hukum Universitas Jember, terpilih menjadi komisioner KPK

Mengutip laman resmi Universitas Jember (Unej), Nurul Ghufron lahir di Sumenep pada 22 September 1974. Dia merupakan Dosen Unej berpangkat golongan III d. Saat ini dia menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum Unej.

Nurul juga kerap menulis karya ilmiah dengan tema pidana korupsi. Salah satu tulisannya yang tercantum di Google Schoolar, berjudul ‘Kedudukan Saksi Dalam Menciptakan Peradilan Pidana Yang Bebas Korupsi’. Nurul terakhir melaporkan LHKPN pada 23 April 2018. Total harta kekayaannya sebesar Rp. 1.832.777.249.

Dalam fit and proper test di DPR, Ghufron sempat ditanyai tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia menilai jika hasil korupsi digunakan membeli barang untuk kepentingan pribadi tidak masuk kategori TPPU. Ghufron berjanji akan fokus pada pencegahan.

“Saya sekali lagi berpandangan bahwa kalau kemudian sebuah tindak pidana korupsi hasilnya kemudian diupayakan dengan mentransaksikan seakan-akan hasil dari uang itu tidak dari hasil kejahatan, maka tindak pidana itu bisa dilanjutkan dua-duanya,” kata Ghufron dalam fit and proper test, di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (11/9/2019).

“Yang dimaksud saya tindak pidana korupsi memungkinkan diikuti dengan transaksi untuk menyembunyikan sehingga kena dengan TPPU. Mungkin juga tidak jika kalau memang saya dapat kemudian saya diamkan, saya belikan mobil, kemudian saya nikmati, maka itu bukan TPPU,” imbuh Ghufron.(MS1/dtc)