Scroll untuk baca artikel
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
previous arrow
next arrow
Sumut

Praktik Pekerja Anak di Indonesia Masih Tinggi

×

Praktik Pekerja Anak di Indonesia Masih Tinggi

Sebarkan artikel ini

mediasumutku.com|MEDAN-Survey yang dilakukan oleh Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI) bekerjasama dengan IOM dan JARAK di 20 kota di 9 provinsi di Indonesia pada medio September-Oktober 2020, menemukan peningkatan praktik-praktik pekerja anak sebagai dampak dari penurunan pendapatan keluarga akibat covid-19.

“Terdapat lima sektor pekerja anak yang terobeservasi paling meningkat, yaitu anak yang dilacurkan (36.1 persen), pekerja anak dipertanian (21.1 persen), anak pemulung (15.8 persen), anak jalanan (15.8 persen) dan pekerja rumah tangga anak (15.8 persen),” sebut Pembina Yayasan Kesejahteraan Anak Pesisir Indonesia (YKAPI), Misran Lubis , Jum’at (11/6/2021).

Ironisnya kata Misran, pandemi covid-19 yang terjadi dihampir seluruh negara sejak awal tahun 2020 lalu, diyakini berdampak luas dan memicu meningkatkan jumlah anak-anak yang harus bekerja dalam situasi yang berbahaya, khusus Indonesia lebih dari 1,7 juta anak Indonesia juga bekerja pada situas yang terburuk.

Untuk itu katanya, World Day Against Child Labour (WDACL) atau peringatan Hari Dunia Menentang Pekerja Anak, yang diluncurkan pertama kalinya tanggal 12 Juni 2002 ini hadir sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan aktivisme seluruh pemangku kepentingan, baik badan pemerintah, pelaku bisnis, dan organisasi-organisasi non-pemerintah termasuk organisasi buruh untuk mencegah pekerja anak.

Baca Juga:   Jelang Nataru, Pemprov Sumut Fokus Batasi Mobilitas dan Percepat Vaksinasi

Hal ini sejalan dengan adanya ratifikasi Konvensi ILO nomor 138 dan Konvensi ILO 182. Sejak saat itu, setiap tahunnya pada tanggal 12 Juni, diperingati sebagai Hari Internasonal Mementang Pekerja Anak di seluruh negara.

“Peringatan WDACL bukanlah sekedar selebrasi, tetapi lebih jauh dari itu untuk menjadi momentum refleksi para pemangku kepentingan, dan menyatukan semua aktor karena menyadari bahwa populasi pekerja anak masih sangat besar dan permasalahannya sangat komplek,” sebutnya.

Misran yang juga Kepala Seknas Partnership for Action Against Child Labour in Agriculture (PAACLA) Indonesia mengatakan, dalam situasi krisis ini, tidak dapat dihindarkan bahwa anak-anak akan mengalami dampak kemiskinan paling rentan, bahkan kawasan pesisir yang menjadi salah satu sektor yang paling banyak adalah anak sebagai pekerja.

Baca Juga:   Begini Strategi Kementerian PPPA Hapuskan Pekerja Anak di Indonesia

“Sehingga mereka dapat kehilangan hak pendidikannya, sampai masuk dalam situasi pekerjaan yang berbahaya. Masyarakat global sejak tahun 2002 berkomitmen untuk menanggulangi keberadaan pekerja anak,” ujarnya.

Komitmen ini dideklarasikan dengan cita-cita membangun “Masa Depan Tanpa Pekerja Anak” (Future Without Child Labour). Komitmen ini diperkuat dalam “Tujuan Pembangunan Berkelanjutan” (SDGs) pada Tujuan 8.7, yaitu mengambil tindakan segera dan langkah-langkah efektif penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak (BPTA), dan pada tahun 2025 untuk mengakhiri pekerja anak pada semua bentuk.

“Sebagai bentuk komitmen Indonesia dalam mendukung agenda global tersebut, pemerintah dan pemangku kepentingan telah mengikatkan diri sebagai bagian dari gerakan global untuk penghapusan pekerja anak dan mencita-citakan Menuju Indonesia Bebas Pekerja Anak Tahun 2022,” imbuhnya.

Namun situasi pandemi covid-19 yang masih terus berlangsung, tentunya akan mengubah target dan strategi global dalam penghapusan pekerja anak. Dibutuhkan effort yang semakin besar dan pelibatan pemangku kepentingan yang lebih banyak, dan kita akan bekerja lebih keras lagi.

Baca Juga:   Keinginan Untuk Vaksinasi, Polres Sergai Jemput Bola Masyarakat Tuna Netra

Sektor bisnis merupakan salah satu sektor penting dan mitra strategis dalam pencegahan pekerja anak, selain perannya mencegah pekerja anak pada perusahaan inti dan rantai pasok, juga dapat berkontribusi besar dalam pencegahan di komunitas. Panduan global terkait tanggungjawab bisnis tersebut, telah di luncurkan oleh unicef pada tahun 2013 tentang Prinsip-prinsip bisnis dan hak anak (CRBP).

“Pemerintah juga banyak melakukan langkah langkah penting dalam menyelesaikan masalah pekerja anak, dimana salah satu langkah pemerintah membuat isu pekerja anak sebagai isu prioritas,” ujarnya.

Oleh karena itu, tambahnya, pemerintah mengajak masyarakat Indonesia termasuk perusahaan, LSM maupun media, sekolah dan organisasi organisasi kemasyarakatan turut serta berkontribusi mengambil langkah penting didalam lingkungan keluarga, sosial untuk mencegah meningkatnya pekerja anak. (MS11)