Scroll untuk baca artikel
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
previous arrow
next arrow
HeadlineHukrimSumut

Ranto Sibarani : Polisi Yang Promoter Itu Pasti Tidak Suka Memukuli Saksi

×

Ranto Sibarani : Polisi Yang Promoter Itu Pasti Tidak Suka Memukuli Saksi

Sebarkan artikel ini

Mediasumutku.com | Medan : Mencuatnya kasus pemukulan dan penyiksaan dalam proses penyidikan oleh aparat kepolisian kembali terjadi di Sumatera Utara, tepatnya di Polsek Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Kasus ini menyedot perhatian berbagai kalangan.

Praktisi hukum Ranto Sibarani, SH di Medan, Senin (13/7/2020) menyampaikan bahwa upaya penegakan hukum di negeri ini, tidak jamannya lagi aparat penegak hukum yang dalam hal ini aparat kepolisian melakukan penyiksaan atau pemukulan terhadap saksi agar mengakui sesuatu atau dalam mengumpulkan informasi.

“Menyikapi kasus ini, pemerintah harus segera membahas Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHP) dengan menjamin penahanan di kepolisian tidak lagi dilakukan, pemerintah juga harus memperketat pengawasan hingga mengatur ulang jenis-jenis alat bukti supaya tidak lagi bertumpu pada pengakuan,” kata Ranto Sibarani.

Baca Juga:   Kajari PSP Hendri Silitonga Disambut Walikota Dan Wakil Walikota Padangsidimpuan

Seperti diberitakan di berbagai media, Sarpan merupakan saksi mata dalam kasus pembunuhan yang terjadi pada 2 Juli 2020 di Jalan Sidumolyo, Gang Gelatik Pasar 9 Desa Sei Rotan, Kecamatan Percut Seituan, Deli Serdang Sumatera Utara.

Sarpan ditahan selama lima hari dan selama itu diduga terjadi penyiksaan yang dilakukan oleh oknum penyidik pada Polsek Percut Sei Tuan. Sarpan akhirnya baru dilepas pada 6 Juli 2020 setelah warga melakukan unjuk rasa di depan Polsek Percut Sei Tuan untuk mendesak kepolisian agar Sarpan dibebaskan.

Sarpan kemudian pulang dalam kondisi lebam pada wajah, dada, dan punggung yang diduga karena pemukulan. Sarpan juga mengaku matanya dilakban ketika diperiksa dan disetrum saat berada di sel tahanan untuk dipaksa mengaku menjadi pelaku pembunuhan meskipun ia telah menyebutkan nama pelaku sebenarnya, yang tidak lain merupakan anak dari pemilik rumah tempatnya bekerja.

Baca Juga:   Kabar gembira! PT Sumatera Textile Works akan Bagikan Pesangon Pekerja

Akibat dari insiden ini, dua orang petinggi Polsek Percut Sei Tuan yakni Kanit dan Panit Reskrim diperiksa Propam Polrestabes Medan. Kapolseknya juga dicopot dari jabatannya.

“Kasus ini seharusnya tidak berhenti pada pemberian sanksi disiplin maupun sanksi etik. Sebab, tindakan oknum penyidik tersebut jelas merupakan tindak pidana sehingga menjadi wajar jika dijatuhi sanksi pidana,” tandas Ranto Sibarani.

Kasus-kasus penyiksaan, khususnya yang selama ini terjadi dalam sistem peradilan pidana memang tidak pernah direspon dengan memadai.

“Di era keterbukaan seperti sekarang ini, tidak perlu lagi ada praktik-praktik penyiksaan yang digunakan dalam mengejar pengakuan untuk kemudian dijadikan alat bukti di persidangan. Karena, memenjarakan orang saat ini tidak menimbulkan efek jera, apalagi memukuli para saksi,” katanya.

Baca Juga:   Pengacara Ini Tetap Mengedepankan Prokes Setiap Kali Ketemu Klien

Untuk menghindari hal-hal serupa terulang lagi, tambah Ranto Sibarani, perlu pengawasan dan membentuk sistem akuntabilitas yang kuat bagi institusi aparat penegak hukum yang menjalankan proses penyidikan-penuntutan menjalankan tugasnya sesuai dengan prosedur dan ketetapan (ptotap) yang telah diatur.

“Harapan kita ke depan, aparat kepolisian akan lebih profesional dalam menjalankan tugasnya, terutama sebagai penyidik. Polri ke depan harus Promoter (profesional, modern dan terpercaya,” tegasnya.