Scroll untuk baca artikel
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
previous arrow
next arrow
Ekonomi

Sepatu Bunut Kisaran Tertatih Bertahan Dihantam Pandemi

×

Sepatu Bunut Kisaran Tertatih Bertahan Dihantam Pandemi

Sebarkan artikel ini

ASAHAN – Tak banyak masyarakat yang mengetahui, ada sebuah tempat di Kisaran, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara (Sumut), sebuah sentra pembuatan sepatu dan sandal ternama dan pernah jaya di awal tahun 1980-an. Bahkan pemasarannya bisa menembus pasar di Eropa.

Namanya sepatu bunut. Nama Bunut, diambil dari sebuah kelurahan yang berada di bagian barat kota Kisaran ini, dulunya pernah ada sebuah pabrik karet yang menghasilkan tapak sepatu atau sandal berkualitas berbahan kulit. Tak kalah dari Cibaduyut.

Kini, pabrik karet tersebut sudah puluhan tahun tutup. Namun, buruh yang pernah bekerja di pabrik itu meneruskan keahlian mereka membuat tapak sepatu dan sandal. Bahkan, bertahan hingga turun temurun. Salah satunya pengrajinnya adalah Sutomo (55).

Baca Juga:   Jelang Ramadhan, Polres Sergai Turun ke Pasar Tradisional Monitoring Harga Sembako

“Dulu di Bunut ini ada pabrik karet punya orang Amerika, yang salah satu usahanya bikin percetakan tapak sepatu dan sandal sekitar tahun 70-an lah,” kata Sutomo kepada wartawan, Rabu (16/9/2021).

Ia menceritakan, saat itu orangtuanya dan warga kampung sekitar terberdayakan dengan kehadiran pabrik karet Uni Royal yang saat ini bernama PT Bakrie Sumatera Plantation (BSP) yang memproduksi tapak sepatu tersebut hingga akhirnya pabrik itu berhenti beroperasi. Untuk diketahui, wilayah Kabupaten Asahan dan sekitarnya memang dahulu dikenal wilayah perkebunan sebagai salah penghasil karet terbaik di dunia pada masanya.

“Lupa tahun berapa itu tutupnya. Yang jelas habis itu, orang orang sini kan sudah punya keahlian bikin sepatu itu lalu buat-buat sendiri dengan pengalaman dari sana,” kata Sutomo.

Baca Juga:   Promosikan Produk Indonesia, Kemendag Gandeng Universitas di Australia

Ia juga mengatakan, era kejayaan sepatu bunut ada di tahun 80-an hingga awal tahun 2000-an. Pengrajin sepatu yang membuat lalu memasarkan sendiri produknya di rumah – rumah mereka. Lokasi kelurahan Bunut, tempat pemasaran sepatu ini juga berada strategis di pinggir Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) jalur Timur menuju kota Medan.

“Kalau jaman dulu, memang dengar ceritanya sepatu ini sampai eropa,” kenang dia.

Jufri, (40) seorang pengrajin lainnya ditemui di lokasi pembuatan sepatu bunut mengatakan saat ini produksi maupun penjualan yang bisa dihasilkan jauh lebih merosot apalagi dimasa pandemi.

Di tempat usaha produksi milikya, ia mempekerjakan 7 orang pegawai. Sepatu bunut, selain punya nama tersohor memiliki kualitas baik dengan pemakaian awet dan tahan lama. Untuk mendapatkan sepasang sepatu ini dibandrol mulai harga Rp 100 hingga Rp 500 ribu.

Baca Juga:   Bupati Asahan Resmikan Ballroom Hotel Antariksa

Sepatu bunut, diklaim mempunyai kualitas yang baik dan jahitan yang rapi. Modelnya kini beragam dan cocok dipakai untuk dalam setiap kegiatan acara, hingga pertemuan.

Kini, dalam sehari rata-rata pengusaha sepatu bunut hanya bisa memproduksi selusin pasang sepatu maupun sandal, disamping permintaan yang juga sepi terutama di masa pandemi.

“Kalau sekarang sepi, setiap tahun makin merosot penjualannya. Apalagi kan sudah hampir dua tahun ini covid. Biasanya ramai waktu lebaran, banyak orang melintas dari mana mana ada dari Jawa juga, singgah beli oleh-oleh sepatu disini,” kata dia. (MS10)