Scroll untuk baca artikel
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
previous arrow
next arrow
Ekonomi

Soal Omnibus Law, Perhitungan UMP Sumut Diperkirakan Bakal Kacau

×

Soal Omnibus Law, Perhitungan UMP Sumut Diperkirakan Bakal Kacau

Sebarkan artikel ini

mediasumutku.com| MEDAN-Perhitungan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara diperkirakan akan mengalami kekacauan. Selain belum adanya formula baru di dalam Undang undang Omnibus Law, juga dikarenakan pertumbuhan ekonomi dalam satu tahun yang kerap mengalami kenaikan.

“Sementara, perhitungan pengupahan akan berubah di saat resesi seperti sekarang ini. Sehingga, masih tetap menggunakan perhitungan yang lama. Acuannya adalah UMP (Provinsi). Namun, masalahnya adalah disaat resesi seperti sekarag ini. Jadi dapat diperkirakan perhitungan UMP Sumut bakalan kacau,” kata Pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin, kepada wartawan menanggapi Omnibus Law, Kamis (8/10/2020).

Bagaimana jika justru kalau pertumbuhan ekonominya mengalami pertumbuhan negatif, Gunawan menjelaskan, laju tekanan inflasinya juga negatif atau deflasi.

“Berarti besaran gaji yang akan diberikan adalah negative. Artinya, besaran gaji yang mengacu kepada UMP negative. Yang berarti gaji yang diterima oleh pekerja di tahun depan adalah minus alias lebih kecil dari tahun sebelumnya,” jelasnya.

Baca Juga:   Indonesia Zaman Now, Peraturan Investasinya Peninggalan Kolonial

Menurutnya, pekerja sudah pasti  tidak akan mau menerima gaji yang turun tersebut. Meskipun mengacu kepada perhitungan pengupahan yang membentuk UMP sudah benar.

“Kalau dari sisi pengusaha tentunya mereka bisa menerima. Meskipun belum tentu ada pengusaha yang bisnisnya masih bertahan hingga saat ini. Mungkin beberapa dari pengusaha tetap bertahan, meskipun belum tentu mampu mempertahankan pendapatan perusahaannya,”ucapnya.

Contoh yang lebih kongkrit untuk Sumut saat ini kata dia, adalah kuartal pertama pertumbuhan ekonomi Sumut sebesar 4.65%, Kuartal kedua minus 2.37%.

“Mengacu kepada hasil hitungan saya, kuartal ketiga minus 0.8%. Dan kuartal keempat saya perkirakan sementara tumbuh 0.3%. Jadi kalau dijumlahkan masih ada plus 1.78%,”ujarnya.

Baca Juga:   Potensi Pasar Besar, Pelindo I Pacu Bisnis Marine Sevice

Sementara itu lanjutnya, inflasi secara tahunan di tahun 2020 diperkirakan 0.6%.

“Jadi ada perhitungan UMP akan naik berkisar 2.38%. Artinya, UMP di tahun 2021 naik 2.38%. Pertanyaannya banyak industri yang tumbang selama pandemi, meskipun ada beberapa yang masih bertaha,” sebutnya.

Lantas pengusaha bisa tidak membayar kenaikan upah tersebut? Karena fakta yang ada dilapangan adalah terjadi PHK atau mempekerjakan karyawan dengan penurunan jam kerja (dirumahkan) dan penurunan produktifitas.

“Masa iya dengan kondisi seperti ini pengusahanya dibilang baik baik saja,” ujarnya.

Belum lagi kalau seandainya pertumbuhan ekonomi Sumut selama setahun minus, dan inflasi yang terjadi di Sumut adalah negatif atau deflasi.

“Masa iya pekerja yang bekerja dengan waktu normal akan menerima penurunan gaji tersebut? Jadi perhitungan UMP akan kacau nantinya. Pengusaha akan punya dalih, dan pekerja juga punya dalihnya tersendiri,”ujarnya.

Baca Juga:   Mendag: Ekonomi Digital Indonesia Akan Tumbuh Delapan Kali Lipat di Tahun 2030

Menurutnya, perhitungan upah yang sudah ada rumusnya sekalipun sudah tidak lagi relevan, baik bagi pengusaha dan pekerja di tengah kondisi resesi seperti yang terjadi sekarang.

Karena, baik pengusaha maupun sama-sama tidak diuntungkan dengan kondisi seperti sekarang ini. Baik ada kenaikan upah maupun penurunan upah. Keduanya sama sama memiliki resiko. Pengusaha berpotensi gulung tikar dan karyawannya berpotensi berkurang pendapatannya atau bahkan kehilangan pekerjaannya.

“Saat ini bola panas berada di dewan pengupahan. Ini bukan pekerjaan yang mudah tentunya. Yang penting semua pihak harus berkepala dingin berhadapan dengan rumitnya masalah ekonomi belakangan ini,”pungkasnya. (MS11)