Scroll untuk baca artikel
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
previous arrow
next arrow
EkonomiHeadlineNasional

Sri Mulyani Akui Banyak Perusahaan Berupaya Gelapkan Pajak

×

Sri Mulyani Akui Banyak Perusahaan Berupaya Gelapkan Pajak

Sebarkan artikel ini

mediasumutku.com | JAKARTA – Pemerintah mengatakan saat ini banyak perusahaan yang menghindari kewajiban pajak bahkan melakukan penggelapan pajak sehingga membuat rasio pajak di Indonesia rendah.

Persoalan ini menurut Menteri Sri Mulyani membutuhkan bantuan dan kerja sama dari negara lain.

“Indonesia memiliki perekonomian terbuka sehingga ada celah bagi perusahaan untuk menghindari pajak,” ungkap Menteri Sri Mulyani dalam diskusi virtual bersama Asian Development Bank, Kamis.

Menurut dia wilayah Indonesia yang sangat luas juga menjadi masalah tersendiri, karena banyak perusahan bisa melakukan operasi lintas batas sehingga membuka peluang penghindaran dan penggelapan pajak.

Pemerintah terus berupaya meningkatkan kepatuhan melalui reformasi perpajakan, ujar dia.

“Mobilisasi sumber daya domestik sangat penting untuk banyak negara anggota ADB, termasuk Indonesia. Tetapi kami tidak dapat melakukannya sendiri,” ungkap dia, Jumat (18/9).

Baca Juga:   Sri Mulyani Tak Habis Pikir! Masih Ada yang Ingin Korupsi Dana Bos

Menteri Sri Mulyani mendorong negara-negara di kawasan untuk bekerja sama dalam pertukaran pengalaman, informasi, dan pengetahuan pajak.

Indonesia juga membutuhkan banyak dukungan dan patokan atau benchmark dari lembaga multilateral seperti ADB, IMF, dan World Bank.

Presiden ADB Masatsugu Asakawa mengatakan perlu partisipasi yang tinggi dalam inisiatif internasional dalam kerangka kerja inklusif Base Erosion and Profit Shifting / BEPS atau erosi dasar dan peralihan laba.

Selain itu juga perlu forum global tentang transparansi dan pertukaran informasi pajak.

Menurut dia beberapa perusahaan multinasional yang menjalankan bisnis di negara berkembang memang melakukan praktik BEPS untuk memindahkan laba kena pajak ke yurisdiksi pajak berbasis rendah atau bahkan nol.

Baca Juga:   PLN Ajak Pengembang TOD Gunakan Kompor Induksi

“Tantangan ini semakin dekat mengingat transformasi digital yang semakin cepat akibat pembatasan mobilitas Covid-19,” imbuh dia.

Asakawa mengatakan BEPS merupakan masalah bagi anggota ADB yang sedang berkembang, karena pasar dan daya beli yang meningkat menarik investasi dari perusahaan multinasional.

Menurut dia saat ini penghindaran sulit diidentifikasi dan ditangani karena menggunakan teknologi canggih dan terhubung dengan jaringan keuangan global yang saling terhubung.

“Perkembangan ini menunjukkan kebutuhan mendesak akan tindakan bersama untuk memerangi BEPS dan praktik penghindaran pajak. Tetapi sayangnya kerja sama di kawasan Asia dan Pasifik masih tertinggal,” ungkap Asakawa.

Dari 46 negara anggota ADB yang sedang berkembang, 27 negara anggota belum berpartisipasi dalam kerangka kerja inklusif tentang BEPS.

Baca Juga:   Gubsu : Opini WTP Menjadi Kewajaran, Bukan Kebanggaan

Sementara 19 negara belum menjadi anggota forum global transparansi dan pertukaran informasi pajak.

Negara-negara ini belum berkomitmen melakukan pertukaran informasi otomatis yang sangat penting untuk mengatasi penggelapan pajak.

Selain itu, Asakawa mengungkapkan bahwa Asia dan Pasifik merupakan satu-satunya kawasan yang tidak memiliki asosiasi perpajakan pan-regional.

Padahal asosiasi ini penting untuk bertukar pikiran dan memfasilitasi kesepakatan mengenai masalah perpajakan internasional dan regional.

“Karena perpajakan secara tradisional dipandang sebagai masalah kedaulatan yang unik, pemerintah sering kali enggan untuk terikat, termasuk oleh perjanjian internasional,” jelas dia.

(MS9/Siberindo)