mediasumutku.com| MEDAN- Setiap usaha pasti memiliki risiko dan mengalami kerugian. Penyebabnya bermacam-macam tergantung jenis usahanya. Penjual makanan bisa rugi karena tidak laku dan basi, sementara penjual tanaman bisa rugi akibat tanamannya layu atau mati.
Keadaan inilah yang tangah dialami Martinah (62). Dia sudah 10 tahun berjualan tanaman hias. Ia bercerita, dulu ada banyak jenis tanaman hias yang dijual. Namun, kekurangan biaya untuk membeli pupuk menyebabkan tanaman menjadi tidak subur, layu, dan mati. Bahkan, ketika pandemi Covid-19, tanaman hias dagangannya juga sepi peminat.
“Tanaman kalau belum laku kan harus tetap diurus. Misalnya pohon kamboja yang akan tetap tumbuh. Kalau besar pasti butuh tanah yang luas. Kalau belum laku dan tidak mau besar, harus dibonsai. Namun nantinya, tidak semua orang bisa. Cukup sulit merawatnya,” cerita Martinah
Di tengah kondisi tidak menentu, ia memilih fokus berjualan pohon kamboja dan bonsai. Satu buah tanaman kamboja yang masih kecil ia jual seharga seribu rupiah, harganya naik menjadi tiga ribu rupiah jika agak besar. Bila sudah cukup besar lagi dengan bonggol unik dan sudah dikawinkan, harganya bisa menjadi Rp 200 ribu.
Menyiasati sepi pembeli, Martinah kreatif menyediakan jasa pemeliharaan dan pengembangan tanaman hias, khususnya bunga kamboja.
“Orang banyak yang minta tolong untuk mengawinkan bunga kamboja yang sudah dibeli dengan bunga lainnya. Alhamdulillah masih ada saja yang mencari pohon kamboja, walau tidak banyak. Sekarang ini fokus di bunga kamboja untuk mata pencaharian,” kata Martinah.
Martinah mendapat bantuan modal usaha dari Global Wakaf-ACT. Ia pun mengucapkan terima kasih atas bantuan yang diberikan.
“Alhamdulillah terima kasih untuk Global Wakaf-ACT berkah selalu dan terus bergerak untuk umat,” harapnya.(MS11)
