mediasumutku.com | MEDAN – Perkembangan zaman yang begitu pesat di era globalisasi menjadi tantangan berbagai bidang, termasuk bahasa Indonesia di kalangan generasi milenial. Sebab, generasi bangsa tersebut cenderung mengutamakan bahasa penggunaan bahasa Inggris ketimbang bahasa Indonesia.
“Penguasaan bahasa asing memang penting apalagi saat ini eranya globalisasi. Kendati demikian, penguasaan bahasa asing tidak menggantikan jati diri dari generasi milenial. Apabila penguasaan bahasa asing tersebut untuk menggantikan jati diri, tentu jelas sangat berbahaya,” ungkapnya, Senin (4/11/2019).
“Dalam Balai Bahasa sudah membuat konsep yaitu mengutamakan bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah, dan menguasai bahasa asing. Namun, jadikanlah penguasaan bahasa asing ini untuk memperkaya wawasan, sehingga bisa mengambil manfaat dari negara asal bahasa asing tersebut,” ujar Maryanto.
Ia mencontohkan, keberadaan bahasa Indonesia tentu menjadi bahasa asing bagi warga negara lain. Walau demikian, bagi mereka yang belajar bahasa Indonesia ini tidak menggantikan jati diri bahasa asal negaranya sendiri.
Disebutkan Maryanto, pihaknya terus berupaya memperkuat kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia dalam setiap kebijakan yang diterapkan. Artinya, bahasa Indonesia bukan sekedar sebuah sarana komunikasi hingga pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melainkan, soal identitas dari negara atau bangsa ini.
Namun, yang terjadi sekarang ini sungguh miris dan mengalami degradasi atau suatu kemunduran karena pemilik dari bahasa Indonesia itu sendiri tidak merasa bahwa bahasa tersebut bukan jati dirinya.
“Kita terus mengembangkan konsep bahasa Indonesia sebagai jati diri. Karenanya, bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, bagaimana supaya kuat pengetahuan berbahasa Indonesia, sehingga bahasa tersebut dijadikan jati diri meskipun dahsyatnya gempuran di era globalisasi ini,” cetusnya.
Dia menegaskan, tidak seharusnya membiarkan bahasa Indonesia larut dalam arus komunikasi global yang menggunakan media bahasa asing. Jika hal seperti itu dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan jati diri keindonesiaan sebagai suatu bangsa pun akan pudar. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan terancam larut dalam arus budaya global.
Kalau hal itu terjadi, jangankan berperan di tengah kehidupan global, menunjukkan jati diri keindonesiaan sebagai suatu bangsa pun tidak mampu. Kondisi seperti itu tentu tidak akan dibiarkan terjadi. Oleh sebab itu, diperlukan berbagai upaya agar jati diri bangsa tetap hidup di antara bangsa lain di dunia. “Dalam konteks kehidupan global seperti itu, bahasa Indonesia sesungguhnya selain merupakan jati diri bangsa, sekaligus juga merupakan simbol kedaulatan bangsa,” tukasnya. (wiwin)