Scroll untuk baca artikel
EkonomiHeadlineInternasional

Hadapi Perang Dagang, Petani dan Pengusaha China Terpaksa Ubah Taktik

×

Hadapi Perang Dagang, Petani dan Pengusaha China Terpaksa Ubah Taktik

Sebarkan artikel ini

Beijing, Mediasumutku.com- Perang dagang yang didengungkan secara terbuka oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump membuat para petani dan pengusaha di Republik Rakyat China (RRC) mengubah taktik dagang.

Langkah ini ditempuh sebab sejak perang dagang ditabuh Presiden Trump setahun yang lalu, seluruh komponen bisnis China terkena dampak, mulai dari produsen sepeda motor hingga mesin MRI.

Laman detik.com, Selasa (13/8/2019), menyebutkan banyak pabrik di sepanjang kawasan pantai timur, pengelolaan ikan di selatan, pengekspor jus apel di bagian tengah, dan para petani di timur laut China, terpaksa mengubah model bisnis.

Namun, bagaimana pun taktik mereka agar dapat bertahan, ini tetap saat yang sulit dan akan semakin memburuk dengan adanya kebijakan perluasan penerapan tarif yang dianggap kian mengancam.

Baca Juga:   Gubsu Hadiri Pelantikan FAHMI UMMI Medan

“Ini mempengaruhi kami semua sebagai eksportir … kami memasukkan tarif ke dalam harga kami sekarang,” ujar seorang manajer penjualan di Shaanxi Hengtong Fruit Juice yang mengaku bernama keluarga Liu.

Ekspor jus apel asal China anjlok sebesar 93 persen pada semester pertama tahun ini sejak Trump memberlakukan tarif impor pada September 2018.

Shaanxi Hengtong Fruit Juice menjual hampir semua produknya ke luar negeri. Tahun lalu perusahaan ini dan beberapa anak perusahaannya terpaksa menjaminkan saham sebagai jaminan untuk memperoleh pinjaman dana. Salah satu pabrik jusnya juga telah menjadikan lusinan mesin dan peralatan sebagai jaminan atas pinjaman lain.

Industri Pengolahan Ikan Terpukul
China adalah pemasok utama ikan nila beku ke Amerika. Namun ekspor ikan nila juga turun tahun ini dan para petambak terpaksa mencari cara lain untuk bertahan.

Baca Juga:   Menparekraf: Danau Toba Punya Potensi Ekonomi Kreatif Besar

“Amerika Serikat mengambil keuntungan dari posisi pasarnya dan mengganggu banyak pemasok nila yang tersebar di China,” ujar Aliansi Nila Berkesinambungan di Hainan melalui akun WeChat-nya. “Perang dagang adalah hal terakhir untuk menghancurkan industri ini.”

Aliansi ini juga mengatakan telah melakukan berbagai upaya untuk menumbuhkan penjualan di dalam negeri. Namun apa daya, perbedaan selera membuat mereka harus memotong jumlah pekerja.

“Ikan nila sangat digemari di AS karena telah dilapisi tepung dan diproses… (rasanya) agak hambar. Konsumen China suka jika ikan mereka masih berasa ikan (yang kuat),” ujar Even Pay, analis pertanian di perusahaan penasehat China Policy.

Perusahaan pemrosesan ikan terbesar, Zhaoqing Evergreen Aquatic, telah merancang kembali pabrik mereka pada musim dingin tahun lalu agar dapat berfokus memenuhi permintaan dalam negeri, demikian menurut sebuah penerbitan di bidang industri Undercurrent News.(MS1/dtc)

Baca Juga:   Awal Pekan Bulan Februari, IHSG dan Rupiah Di Buka Menguat