Scroll untuk baca artikel
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
previous arrow
next arrow
Sumut

HAPSARI Tangani 35 Kasus Kekerasan Pada Perempuan di Sumut

×

HAPSARI Tangani 35 Kasus Kekerasan Pada Perempuan di Sumut

Sebarkan artikel ini
mediasumutku.com |MEDAN-HAPSARI (Himpunan Serikat Perempuan Indonesia) mencatat sepanjang Januari hingga Agustus 2020, ada 35 kasus kekerasan yang dilaporkan dari kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Dari jumlah itu, sebanyak 26 kasus merupakan kekerasan dalam rumah tangga, mulai dari kekerasan fisik, psikis, ekonomi hingga penelantaran, dan 6 di antaranya adalah kasus kekerasan seksual.
“Dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dikhawatirkan semakin meningkat,” kata Koordinator Divisi Advokasi HAPSARI, Sri Rahayu, Jumat (27/8/2020).
Dia mengatakan, Pandemic Covid-19 telah “memaksa” beralihnya sistem layanan penanganan kasus dari layanan langsung (tatap muka) menjadi layanan dalam jaringan (daring) yang terhubung melalui jejaring komputer dan internet, berbasis teknologi.
“Sayangnya, layanan seperti ini tidak mudah diakses oleh korban. Rendahnya literasi teknologi, masalah jaringan internet yang tidak stabil dan anggaran yang terbatas untuk membeli kuota internet, mempersulit korban mendapatkan akses layanan daring untuk penanganan kekerasan yang dialaminya,” urainya.
Ditambah lagi dengan situasi lockdown (pembatasan ke luar rumah) pada zona-zona tertentu, menyebabkan korban tidak bisa menghindari pelaku kekerasan untuk meminta bantuan. HAPSARI tegasnya, tetap meminta agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) disahkan.
“Sebab Indonesia membutuhkan aparat penegak hukum yang responsif terhadap korban kekerasan seksual, sehingga penuntut umum dan hakim paham apa yang harus dilalui korban,” ungkapnya.
Menurutnya, korban tidak dapat dituntut secara pidana atau perdata atas peristiwa kekerasan seksual yang ia laporkan. Terkait bukti dalam kasus kekerasan seksual,  surat keterangan dari psikolog dan dokter kejiwaan (keterangan ahli), sudah menjadi alat bukti yang cukup, di samping keterangan dari saksi korban.
“Bahwa hak atas penanganan, hak atas perlindungan dan hak atas pemulihan adalah hak korban yang menjadi tanggung jawab negara. Sanksi yang manusiawi harus diberikan kepada pelaku, berupa ketentuan rehabilitasi agar hal serupa tak terulang kembali. Rehabilitasi bukan sebagai opsi selain hukuman kurungan, tetapi kewajiban yang harus dijalani selama masa pidana, untuk mencegah keberulangan,” bebernya. (MS-8)
Baca Juga:   Tinjau Dapur Umum Polsek Pantai Cermin, Kapolres Sergai Serahkan Sembako dan Masker