Scroll untuk baca artikel
NasionalPolitik

Jokowi, Jatah Menteri PDIP dan Sinyal ‘Bandel’ Periode Kedua

×

Jokowi, Jatah Menteri PDIP dan Sinyal ‘Bandel’ Periode Kedua

Sebarkan artikel ini

Jakarta, Mediasumutku.com– Dalam pidato politiknya di Kongres V Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, di Bali, Megawati Soekarnoputri secara gamblang meminta pada Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal jatah terbanyak di kabinet. Dengan tegas, Mega tak mau jika hanya diberi jatah empat menteri di kabinet mendatang.

Jokowi yang mendapat kesempatan berpidato di acara yang sama, tidak serta merta mengiyakan mengenai jatah menteri. Meski memberi garansi terbanyak untuk PDIP, Jokowi sempat menyatakan jumlah empat menteri bagi partai banteng itu juga terbanyak jika parpol pendukung lain mendapat jatah dua menteri.

Pernyataan Jokowi tersebut dinilai sebagai upaya ingin menunjukkan bahwa dirinya presiden berdaulat dalam membangun konstruksi kabinet meski Megawati adalah ketua umum partainya.

Pengamat komunikasi politik Universitas Bunda Mulia Silvanus Alvin mengatakan jawaban Jokowi terhadap permintaan Mega merupakan simbol penegasan bahwa dia tak bisa dikendalikan siapapun, termasuk partainya sendiri, PDIP.

Alvin menyebut langkah Jokowi itu juga menjawab anggapan selama ini ia dikendalikan oleh Mega dan PDIP. Terlebih lagi beberapa kali Mega menyebut Jokowi hanya petugas partai PDIP.

“Jokowi menegaskan dia bukan petugas partai semata yang apapun Mega bilang pasti dilakukan. Bahwa Jokowi memberanikan diri untuk bandel, tapi bandelnya ini berlandaskan apa yang ia anggap baik untuk Indonesia,” kata Alvin saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (9/8/2019).

Baca Juga:   Balapan PDIP versus Gerindra Terlihat di DPRD Provinsi Sumut dan Kota Medan

Menurut Alvin, pesan itu tak hanya ditujukan kepada PDIP, tetapi juga partai pengusung Jokowi-Ma’ruf lainnya. Dia berasumsi demikian karena Jokowi mengatakan itu ketika sejumlah pimpinan partai pengusung hadir di lokasi.

Alvin juga menganggap Jokowi sudah tak punya beban politik karena sudah masuk periode kedua. Jokowi, lanjutnya, mengisyaratkan hendak memilih susunan kabinetnya sendiri seleluasa mungkin guna memuluskan program-program kerjanya.

Meski begitu, Jokowi tak akan sepenuhnya mengabaikan Mega. Alvin menilai Jokowi akan terus mendengar suara Mega di banyak kesempatan.

“Tapi bukan berarti Jokowi menutup telinga sama sekali atas masukan-masukan Megawati. Posisi Megawati itu bak Ibu untuk Jokowi. Tentu ia akan menghormati dan mendengar beliau,” ujarnya.

Dalam pidatonya kemarin, Megawati menegaskan tidak mau jika hanya diberi empat kursi menteri. Sembari bercanda, Mega meminta para kader berteriak ‘tidak mau!’ sebanyak tiga kali.

Saat giliran berpidato, Jokowi menjawab permintaan Mega. Ia memastikan ‘kue’ terbanyak di kabinet bakal diberikan kepada PDIP.

Namun, Mantan Wali Kota Solo itu enggan menyebut secara rinci. Ia malah melontarkan lelucon terkait kursi menteri di hadapan kader PDIP yang hadir.

“Terakhir saya sampaikan yang ditanya Ibu Mega tadi. Mengenai menteri, jangan empat. Tapi kalau yang lain dua, berarti PDIP sudah dua kali (lipat),” ucap Jokowi sembari tersenyum. “Kalau yang lain tiga, PDIP?” ucap Jokowi mengundang jawaban. “Enam!” teriak para kader.

Baca Juga:   Presiden Tidak Akan Lindungi Pejabat Terlibat Korupsi

Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menilai Mega terkesan terlalu superior ketika meminta jatah menteri terbanyak. Terlebih, pembicaraan jatah kursi menteri adalah hal sensitif jika dibahas di publik. Adi mengatakan itu bisa menimbulkan citra negatif di publik.

“Sebenarnya perkara biasa jika Megawati minta jatah lebih kursi menteri mengingat PDIP sebagai pemenang pemilu. Problem-nya, obrolan jatah kursi kabinet sangat sensitif diumbar ke publik mengingat bangunan koalisi Jokowi selama ini tanpa syarat,” ucap Adi kepada CNNIndonesia.com, Jumat (9/8).

Meski demikian, Adi mengapresiasi sikap yang ditunjukkan Jokowi. Menurutnya, dia telah memberi tanggapan yang ideal.
Adi menjelaskan bahwa permintaan jatah kursi yang dilayangkan Mega di kongres itu berpotensi menimbulkan perpecahan dalam koalisi. Tentu karena Mega terkesan sangat superior dan ingin mendikte Jokowi.

Padahal, Jokowi berhasil memenangkan Pilpres 2019 bukan hanya berkat jasa PDIP semata, tetapi juga partai pengusung lainnya. Selama ini pun partai politik mengklaim mendukung Jokowi tanpa syarat.

Baca Juga:   Pemerintah Akan Tindak Tegas Praktik Pinjaman Online Ilegal

Akan tetapi, Jokowi melunturkan potensi konflik dalam koalisi dengan tidak serta merta mengiyakan kehendakan Mega. Menurut Adi, sikap itu bisa membuat benak para pimpinan parpol pengusung menjadi tenang.

“Jawaban jokowi pas dan diplomatis karena mengambangkan permintaan Megawati. Jawabannya bukan iya atau tidak, tapi akan berkomunikasi dengan semua partai pendukung dengan jaminan PDIP tetap paling banyak,” tutur Adi.

Sejauh ini, sejumlah pimpinan parpol pengusung Jokowi-Ma’ruf sudah memberi tanggapan atas sikap Mega yang meminta jatah menteri terbanyak. Misalnya, Ketua Umum NasDem Surya Paloh, yang menganggap wajar permintaan Mega karena PDIP memenangkan pemilu.

Surya lalu menegaskan bahwa partainya mendukung Jokowi tanpa syarat. Karenanya, NasDem tidak ingin meminta jatah menteri. Semuanya dikembalikan kepada Jokowi selaku kepala pemerintahan selanjutnya.

Begitu pula dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding menganggap tidak ada yang salah jika PDIP berharap mendapat jabatan terbanyak di kabinet selanjutnya. Di samping Jokowi merupakan kader PDIP, partai berlambang banteng itu juga memiliki kursi paling banyak di DPR periode mendatang.

“Kalau dibandingkan dengan semua partai, mestinya memang logikanya, pantasnya, patutnya PDIP lebih banyak mendapatkan kursi menteri daripada yang lain,” kata Karding kepada CNNIndonesia.com, Jumat (9/8/2019).(MS1/CNNIndonesia)