“Badan POM masih melakukan uji lab atas kabar yang beredar tersebut. Namun, sejauh ini di Indonesia kandungan asbes seperti yang ada di AS belum ditemukan,” ungkap Plt Kepala Badan POM di Medan, Fajar, Sabtu (26/10/2019).
Menurutnya, bisa saja adanya perbedaan dalam kandungan bahan baku karena perusahaan yang memproduksi juga berbeda.
“Seperti temuan obat ranitidin, setelah kita mendapatkan kabar maka harus diuji dulu. Apabila hasil uji lab nanti memang benar, baru akan dilakukan instruksi penarikan,” terang Fajar.
Dia menambahkan, masyarakat tidak perlu khawatir dengan kabar penarikan produk yang dilakukan oleh negara AS tersebut. Badan POM pasti akan mengambil tindakan jika memang menemukan suatu produk yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
Tuntutan konsumen dilakukan usai otoritas makanan dan kosmetik AS (FDA) menemukan kandungan sisa-sisa asbes. Akan tetapi, perusahaan mengklaim kandungan asbes itu hanyalah 0,00002 persen saja.
Juru bicara perusahaan, Erni Kerwetz, mengatakan, penarikan produk dari pasaran itu baru kali pertama terjadi setelah 40 tahun bedak Johnson & Johnson diproduksi. Sebelum kejadian kali ini, ia juga memastikan bahwa perusahaan telah melakukan standar pengecekan yang tinggi untuk memastikan tidak ada kandungan asbes di dalam produk tersebut.
“Ribuan pengujian yang telah kami lakukan selama 40 tahun terakhir menunjukkan bahwa para konsumen kami tidak terkontiminasi asbes. Produk kami dibuat dari bahan yang telah melewati pemeriksaan dengan standar tinggi. Terlebih, pengecekan produk kami juga diuji dan telah diakui oleh laboratorium independen, universitas dan otoritas kesehatan global,” katanya.(wiwin)