Scroll untuk baca artikel
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
previous arrow
next arrow
Hiburan

Kain Ramah Lingkungan dari Kulit Jengkol Sumut Diminati di Pasar Kuwait

×

Kain Ramah Lingkungan dari Kulit Jengkol Sumut Diminati di Pasar Kuwait

Sebarkan artikel ini

Mediasumutku.comI JAKARTA-Peragaan busana label Purana mewarnai hari ketiga Jakarta Fashion Week (JFW) 2020, Kamis (24/10/2019). Seperti tahun sebelumnya, fashion show Purana kali ini merupakan buah kolaborasi dengan Humbang Kriya yang merupakan kelompok perajin kain khas Sumatera Utara binaan Rumah Kreatif Sinar Mas.

Dalam debut kolaborasi mereka di JFW 2019 dikutip di detik.com, Purana dan Humbang Kriya memperkenalkan kain tie-dye atau celup sebagai bagian dari wastra khas Sumatera Utara (Sumut) selain ulos, dalam koleksi bertajuk bertajuk ‘Humbang Shibori x Purana’.

Kata Humbang diambil dari nama Humbang Hasundutan, sebuah kabupaten di Sumut, lokasi dari Rumah Kreatif Sinar Mas yang menaungi para perajin celup ikat tersebut. Sementara ‘shibori’ adalah sebutan teknik celup ikat dalam bahasa Jepang.

Baca Juga:   Pagelaran Seni Budaya Daerah Asaban Ditutup

Dulu, teknik tie-dye sempat berkembang di kawasan Toba. Disebut ‘Uis Batujala’, teknik tersebut diaplikasikan pada kain ulos. Kejayaan teknik tie-dye dari Tanah Batak perlahan memudar seiring kepopuleran ulos versi tenun.

Terancam punah, kain tie-dye diangkat lagi oleh Rumah Kreatif Sinar Mas. Bermula dari pelatihan teknik tie-dye berbasis ramah lingkungan oleh desainer Merdi Sihombing untuk perajin lokal pada 2016, sampai akhirnya berujung pada kolaborasi dengan Purana.

Di tangan Nonita Respati, desainer sekaligus pendiri Purana, kain tie-dye Humbang Shibori menjelma dalam koleksi busana kekinian bernapas urban dengan permainan teknik layering dan twist potongan asimetris yang modern.

Humbang Kriya memakai kain berbahan dasar alami seperti katun, linen dan sutera dengan pewarnaan alami. Bahan pewarnaan terbuat dari dari kulit biji kopi, kayu meranti sisa pembuatan mebel, kulit kayu putih dan jati, tanaman hisik-hisik, sanduduk hingga kulit jengkol. Tak disangka Nonita, koleksi tersebut menarik atensi buyers dari Kuwait.

Baca Juga:   Pantai Sejarah Perupuk di Batubara, Saksi Pertahanan Jepang Masa Perang Dunia

Konsep busana hybrid yang juga diterapkan pada koleksi sebelumnya juga menjadi daya tarik. Terdapat busana yang bisa dipakai dalam beberapa cara. Dengan opsi pemakaian yang beragam, pembeli tak perlu lagi membeli baju baru sehingga bisa meminamilisir limbah fashion.

Hadir varian atasan A-line yang berpadu apik dengan celana longgar bergaya resort yang rileks. Sesekali, terselip crop-top bagi mereka yang mau tampil seksi. Pada bagian akhir, juga muncul gaun hitam dengan rok menerawang yang dihiasi potongan kain ecoprint berbentuk bunga.

Selain Purana, naik pentas pula karya Windy Chandra yang juga terbuat dari kain-kain ‘eco-friendly’ buatan perajin Humbang Kriya. Mengolah kain tersebut lantas memberi tantangan tersendiri bagi Windy yang dikenal sebagai desainer gaun bridal atau pengantin.

Baca Juga:   450 Karyawan KFC yang Dirumahkan, Kata Manajemen Pasti Akan Dipekerjakan Kembali

“Cukup menantang karena kain yang dipakai panjangnya cuma 1-2 meter,” ungkap Windy yang mengangkat tema ‘Midnight in Manhattan’ untuk koleksi tersebut.

Hasilnya, deretan busana cocktail dan evening wear dengan rasa ramah lingkungan. Untuk menambahkan kesan glamor, Windy mengaplikasikan detail beading yang berkilauan.

Hasil penjualan koleksi Humbang Kriya x Windy Chandra sepenuhnya akan didonasikan untuk program pendidikan di Mokndoma, sebuah daerah pedalaman di Papua.