MEDAN-Kordinator Tim Advokasi Dugaan Pelanggaran Etik KI Sumut, Lely Zailani menilai, Komisi Informasi (KI) Sumatera Utara tidak professional dalam penanganan laporan dugaan pelanggaran kode etik dua orang komisioner KI Sumut.
Hal ini dikatakan Lely menanggapi hasil rapat pleno Komisi Informasi (KI) Sumut yang menyatakan bahwa tidak terbukti adanya pelanggaran kode etik atas dua komisionernya, yakni SS dan CA. Lely mengatakan, harusnya KI Sumut melakukan apa yang dikatakan oleh Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, bahwa kasus dugaan pelanggaran etik komisioner KI Sumut ini harus ditangani secara pasti.
“Kalau penanganannya dilakukan melalui Rapat Pleno oleh tiga orang komisioner untuk memutuskan apakah ada dugaan pelanggaran etik atau tidak terhadap dua orang komisioner lainnya, itu namanya “jeruk makan jeruk”. Nggak betul seperti itu,” ujar Lely, saat dihubungi wartawan, hari ini, kemarin.
Lely mengatakan, KI Sumut seharusnya juga menjalankan apa yang disarankan oleh Ketua DPRD Sumut Baskami Ginting kepada wartawan beberapa hari lalu, bahwa kalau sudah ada yang tersakiti harus dibentuk Majelis Etik.
“Dalam Peraturan Komisi Informasi (Perki) No. 3 Tahun 2016 disebutkan bisa dibentuk Majelis Etik, kok. Jadi, biar pasti, biar jelas, bentuk saja Majelis Etik yang terdiri dari unsur akademisi, praktisi dan tokoh masyarakat. Biarkan Majelis Etik yang bersidang. Nanti, kalau hasil sidang majelis etik mengambil putusan bahwa tidak ada pelanggaran kode etik oleh SS dan CAN, baru bisa dipercaya,” ungkapnya.
Lely menilai, KI Sumut melalui Ketua Abdul Haris Nasution yang mengungkapkan hasil pleno terkait dugaan pelanggaran etik kepada wartawan kemarin, telah mencederai rasa keadilan pelapor kasus ini.
“Jadi, sebagai aktivis perempuan, sebagai warga Sumatera Utara yang dulu sempat pula “mengucapkan selamat” kepada kedua komisioner ini, saya ingin penanganan kasus dugaan pelanggaran etik ini diselesaikan melalui sidang Majelis Etik. Bukan jeruk makan jeruk!” pungkasnya.
Integritas dan Profesionalisme KI Sumut Dipertanyakan
Advokat di Tim Advokasi Dugaan Pelanggaran Etik KI Sumut, Siska Barimbing SH, melihat beberapa masalah terkait langkah-langkah KI Sumut dalam menangani kasus ini. Pertama, bahwa tindakan Komisioner Komisi Informasi Sumut yang baru melakukan rapat pleno pada tanggal 11 April 2023, sementara Laporan Pengaduan diterima Komisi Informasi Sumut pada tanggal 17 Maret 2023.
“Ini artinya telah lewat 3 hari dari ketentuan dalam Pasal 15 Ayat 2 Peraturan Komisi Informasi No. 3 Tahun 2016 Tentang Kode Etik Anggota Komisi Informasi,” kata Siska.
Kedua, lanjutnya, Komisi Informasi Sumut telah melakukan konferensi pers pada tanggal 13 April 2023 tanpa terlebih dahulu menyampaikan pemberitahuan hasil rapat pleno kepada Pelapor. Komisi Informasi Sumut juga telah menyimpulkan tidak ditemukan unsur pelanggaran kode etik. Siska menilai hal ini adalah keputusan yang prematur dan memihak. Hal-hal tersebut menunjukkan ketidakprofesionalan, ketidakcermatan dan ketidakpahaman Komisi Informasi Sumatera Utara dalam menangani pengaduan laporan dugaan pelanggaran kode etik sebagaimana diatur dalam Peraturan Komisi Informasi No. 3 Tahun 2016.
“Dengan melihat cara-cara Komisi Informasi Sumut dalam menangani pengaduan Saudara LA sebagai Pelapor tentunya kita patut mempertanyakan keprofesionalan dan integritas Komisioner Komisi Informasi Sumut,” jelas Siska, saat dihubungi terpisah oleh wartawan.
Sebagai informasi, Tim Advokasi Dugaan Pelanggaran Etik KI Sumut adalah tim yang dibentuk oleh sejumlah aktivis perempuan dan lembaga bantuan hukum di Medan, pada 12 April, untuk mengadvokasi LA sebagai korban dugaan pelanggaran etik di Komisi Informasi Sumut. Tim ini dibentuk sebagai dukungan kepada korban (LA) agar mendapatkan proses yang berkeadilan.
Sebelumnya diberitakan, dua komisioner KI Sumut yakni SS dan CA diduga melakukan pelanggaran kode etik. Dugaan itu diketahui lantaran isteri SS, yakni LA melaporkan dugaan tersebut kepada Ketua KI Sumut pada tanggal 17 Maret 2023 yang lalu.
Selain itu, LA mengaku memiliki bukti yang kuat dan saksi atas dugaan pelangaran kode etik keduanya. LA meminta Ketua KI Sumut segera membentuk Majelis Etik untuk mengusut dugaan pelanggaran kode etik tersebut. Sebab, hal tersebut sudah melanggar Peraturan Komisi Informasi No 3 tahun 2016 tentang Kode Etik Anggota Komisi Informasi dan ia mengalami kerugian moril dan materil. (MS7)