Scroll untuk baca artikel
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
previous arrow
next arrow
HeadlineHukrimNasional

Lagi, Kejati Sulteng Hentikan Penuntutan Perkara Penganiayaan Setelah Korban dan Tersangka Sepakat Berdamai

×

Lagi, Kejati Sulteng Hentikan Penuntutan Perkara Penganiayaan Setelah Korban dan Tersangka Sepakat Berdamai

Sebarkan artikel ini

PALU-Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah kembali melakukan penghentian penuntutan perkara penganiayaan yang berasal dari Kejari Parigi Moutong setelah sebelumnya Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah Agus Salim, SH, MH melakukan ekspose kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr Fadil Zumhana yang diwakili Direktur Tindak Pidana terhadap Orang dan Harta Benda (Direktur TP Oharda) pada JAM Pidum Kejagung RI Agnes Triani SH,MH beserta jajaran, Selasa (9/5/2023).

Ekspose Kajati Sulteng dilakukan secara virtual didampingi Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah Emilwan Ridwan, SH, MH, Asisten Tindak Pidana Umum Fithrah, SH, MH, Kajari Parigi Moutong dan para Kasi.

Seperti disampaikan Kajati Sulteng Agus Salim, melalui Kasi Penkum Kejati Sulteng Mochammad Ronald, SH,MH bahwa berkas perkara yang diajukan dihentikan penuntutannya berdasarkan Restorative Justice adalah tersangka atas nama Zainal Abidin alias Aco dari Kejaksaan Negeri Pagiri Moutong yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP atau Pasal 335 Ayat (1) KUHP.

Baca Juga:   Kajati Sulteng Agus Salim dan Jajaran Ikuti Kunker Virtual Jaksa Agung, Ingatkan Jajaran Rayakan Lebaran Dengan Kesederhanaan

“Adapun alasan dan pertimbangan dilakukannya penghentian penuntutan dengan penerapan restorative jusctice berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung No. 15 tahun 2020 yaitu, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukuman dibawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspons positif oleh keluarga,” kata Mochammad Ronald.

Lebih lanjut Kasi Penkum menyampaikan bahwa antara tersangka dan korban ada kesepakatan berdamai dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Proses pelaksanaan perdamaian juga disaksikan oleh keluarga, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta difasilitasi oleh Kajari, dan jaksa yang menangani perkaranya.

“Penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula,” tandasnya.

Baca Juga:   Jadi Korban Human Trafficking Belasan Tahun, WNI Dipulangkan ke Indonesia

Sesuai dengan Perja No. 15 Tahun 2020, lanjut Ronald penghentian penuntutan dan bersepakat berdamai akan menciptakan harmoni di tengah masyarakat dan tidak ada dendam di kemudian hari.