MEDAN – Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Sumatera Utara (Sumut) meminta Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, turun tangan langsung mengusut temuan penjara di rumah Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin.
“Temuan kerangkeng penjara dengan penghuninya di rumah Bupati Langkat menimbulkan pertanyaan besar bagi publik. Apa kegunaannya, mengapa bisa ada di sana, apakah ini ada potensi dugaan perbudakan modern,” kata Miftah Faris, Sekretaris PWPM Sumut kepada wartawan, Selasa (25/1/2022).
Karenanya lanjut Miftah, Kepolisian harus mengusut tuntas asal muasal temuan kerangkeng penjara tersebut apalagi ditemukan potensi pelanggaran HAM di sana.
“Bila perlu tim Bareskrim Polri turun langsung membantu mengungkap misteri ini dan memaparkannya secara terang benderang dihadapan publik. Karena diduga terjadi pelanggaran HAM di sana,” terang Miftah.
Terhadap beberapa orang yang diduga menjadi korban dalam pengurungan penjara di kerangkeng rumah Bupati Langkat, PWPM Sumut juga mendesak agar pemerintah daerah bertanggungjawab melakukan pemulihan fisik maupun mental kepada mereka. Meskipun saat ini, kasus tersebut masih menunggu hasil penyelidikan Polisi.
“Saat ini banyak spekulasi yang berkembang di masyarakat terkait temuan ada penjara di rumah Bupati Langkat itu, karenanya Pemuda Muhammadiyah mendorong Polri untuk mengungkap kasus ini hingga ke ranah hukum,” ujarnya.
Sebelumnya, temuan kerangkeng manusia itu berawal saat kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK.
Polda Sumatera Utara (Sumut) saat ini juga tengah mengusut tuntas dugaan adanya kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat. Tim gabungan dari kepolisian dan Badan Narkotika Nasional (BNN) setempat saat ini tengah mendalami peristiwa tersebut.
Lembaga swadaya pemerhati buruh migran, Migrant CARE. Kerangkeng manusia ini diduga digunakan untuk mengurung puluhan pekerja sawit di kediamannya.
“Pada lahan belakang rumahnya ditemukan ada kerangkeng manusia yang menyamai penjara (besi dan digembok) yang dijadikan kerangkeng untuk para pekerja sawit di ladangnya,” tulis Ketua pusat studi migrasi Migrant CARE, Anis Hidayah, dalam keterangannya.
Anis merinci, kerangkeng tersebut berjumlah dua sel dan terdapat 40 orang pekerja yang diduga dipenjarakan oleh Terbit setelah mereka bekerja.
“Para pekerja yang dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya, sering menerima penyiksaan, dipukuli sampai lebam-lebam dan sebagian mengalami luka-luka,” beber Anis.
Anis menjelaskan, para pekerja tersebut dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya selama 10 jam, dari pukul 8 pagi sampai 6 sore. Setelah bekerja, mereka dimasukkan ke dalam kerangkeng/sel dan tidak punya akses ke mana-mana.
“Setiap hari mereka hanya diberi makan 2 kali sehari dan selama bekerja mereka tidak pernah menerima gaji,” beber Anis.
Atas temuan tersebut, Migrant Care membawa kasus ini ke Komnas HAM dan meminta kasus diusut hingga tuntas karena diduga kuat terjadi praktek perbudakan modern dan perdagangan manusia yang telah diatur dalam UU nomor 21/2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. (MS10)