MEDAN-Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) kembali menghentikan penuntutan perkara tindak pidana atas nama tersangka Arianti alias Riyanti Dalimunthe warga Tapanuli Selatan dengan menerapkan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).
Penghentian perkara dari Kejari Padangsidimpian ini dilakukan setelah Kajati Sumut Idianto SH MH, didampingi Wakajati Sumut Asnawi,SH,MH, Aspidum Arief Zahrulyani SH MH, Kasi Oharda Zainal dan Kasi Penkum Yos A Tarigan melakukan gelar perkara secara online kepada Jampidum Kejagung RI Dr Fadil Zumhana diwakili Direktur TP Oharda Agnes Triani, SH, MH dan disetujui untuk dihentikan dengan pendekatan keadilan restoratif, Selasa (11/10/2022).
Ekspose yang digelar secara online (daring) juga diikuti Kajari Padangsidimpuan Jasmin Manulang, SH, MH, dan Kasi Pidum serta JPU.
Saat dikonfirmasi, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumut Yos A Tarigan menyampaikan, bahwa perkara yang dihentikan penuntutannya adalah dari Kejari Padangsidimpuan dengan tersangka Arianti Alias Ryanti Dalimunthe yang memaksa korban Sefri Mayani mengaku telah mengatakan tersangka Arianti adalah lesbi dan ledom dan Korban Sefri Mayani mengatakan “tidak pernah ngomong itu”, diduga selisih paham lalu tersangka Arianti langsung memukul/mencakar wajah korban sehingga mengalami luka lecet pada pipi kiri diameter satu centimeter.
“Arianti disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana ‘Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah’,” kata Yos.
Labih lanjut mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang menyampaikan bahwa penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan kepada tersangka karena telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
“Kemudian, tersangka belum pernah dihukum; tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya; dan proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi,” tandasnya.
Tersangka dan korban, lanjut Yos setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar; pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespon positif pemulihan keadaan seperti keadaan semula.
Yos A Tarigan menambahkan bahwa penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.