Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Tensi Geopolitik Menopang Harga Minyak Global

×

Tensi Geopolitik Menopang Harga Minyak Global

Sebarkan artikel ini
Kilang Minyak. (Foto: Ilustrasi/Ist)

mediasumutku.com | JAKARTA – Akhir pekan ini, harga minyak mentah menguat di mana penguatan tersebut dinilai hanya sementara seiring dengan tensi Timur Tengah yang cenderung temporer.

Tensi di Timur Tengah kembali meningkat dengan adanya serangan pada tanker minyak Iran di Jumat (11/10).

Mengutip Bloomberg, pada perdagangan Jumat (11/10) pukul 19.04 WIB, harga minyak jenis west texas intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman November di New York Mercantile Exchange (Nymex) tercatat menguat 1,48% di level US$ 54,34 per barel.

Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf mengatakan isu ini masih akan menopang harga minyak global dan sewaktu waktu masih bisa muncul. Penguatan harga terjadi setelah dilaporkan telah terjadi ledakan pada tanker Iran di dekat Jeddah, Arab Saudi.
“Ledakan ini memicu potensi risiko geopolitik dan sekali lagi mengejutkan pasar sehingga harga minyak menguat,” kata Will Sungchil Yun, analis komoditas HI Investmen & Futures Corp kepada Bloomberg.

Baca Juga:   PT Atmindo Tbk Gelar Rapat Umum Pemegang Saham

Selain itu, Sekretaris Jenderal OPEC Mohammad Barkindo sempat mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa pihaknya bakal terus menjaga harga minyak dunia tetap stabil. Hal ini turut menjadi sentimen positif bagi harga minyak mentah untuk mengalami kenaikan.

Di samping itu, Alwi juga menilai harga minyak mentah yang sudah mendekati level tripple bottom di kisaran US$ 50 per barel, sudah berada dititik equilibrium, sehingga wajar untuk mengalami teknikal rebound.

Meskipun begitu, Alwi menekankan bahwa sentimen perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China masih menjadi fokus utama penggerak harga minyak global hingga akhir tahun. Pasar juga tengah menanti apakah pertemuan pekan ini bisa berbuah manis atau mengalami kebuntuan.

Baca Juga:   IHSG Ditutup Menguat 6,92 Poin

Ditambah lagi, International Energy Agency (IEA) kembali memangkas target permintaan minyak di 2019 dan juga 2020. Dikutip dari Financial Times, IEA dilaporkan memangkas estimasi permintaan minyak 2019 sebanyak 65.000 barel per hari menjadi 1 juta barel per hari. Sedangkan untuk 2020 permintaan turun 105.000 barel per hari menjadi 1,2 juta barel per hari.

“Belum lagi cadangan minyak AS juga dilaporkan naik 2,9 juta barel per hari atau di atas prediksi pasar. Kondisi ini menunjukkan bahwa demand akan berkurang di tengah isu bengkaknya supply dari AS. Alhasil kekhawatiran supply di pasar meningkat,” jelasnya.

Untuk jangka pendek, Alwi melihat kemungkinan teknikal rebound masih akan terjadi, asalkan harga bisa bertahan di level US$ 54,80 per barel. Sedangkan untuk akhir tahun, dia masih mempertahankan outlook support di level US$ 50,50 per barel dan resistance di level US$ 60,96 per barel.

Baca Juga:   Pelindo 1 akan Luncurkan Program Customer Relationship Management

Untuk itu, kemungkinan di akhir tahun harga minyak akan berada di level tengah yakni US$ 58,79 per barel, dengan rekomendasi buy on weakness saat harga berada di area US$ 50 per barel hingga US$ 51 per barel. “Sentimen serangan tanker Iran kelihatannya cuman sementara, pekan depan juga sudah akan pudar,” tandasnya.