Scroll untuk baca artikel
[smartslider3 slider="7"]
Berita SumutHeadlineNasional

Tokoh Masyarakat Desa Batang Baruhar Sepakat Untuk Menyelamatkan dan Menyelesaikan Persoalan Tanah Ulayat

×

Tokoh Masyarakat Desa Batang Baruhar Sepakat Untuk Menyelamatkan dan Menyelesaikan Persoalan Tanah Ulayat

Sebarkan artikel ini

MEDIASUMUTKU.COM | JAKARTA – Para tokoh masyarakat Desa Batang Baruhar Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) yang berada di perantauan, khususnya Ibu Kota Jakarta dan sekitarnya, menggelar rapat mencari solusi penyelesaian persoalan tanah ulayat di Desa Batang Baruhar, Minggu (23/2/2025) di salah satu rumah makan yang ada di Jakarta.

Rapat tersebut dihadiri para tokoh masyarakat seperti Drs. H. Maradaman Harahap, SH.,MH, Drs. H. Ishak Harahap, Bc.Ap, MM, Drs. H. Ahmad Zubeir Harahap. M.M, Dr. H. Babul Khoir Harahap, SH,MH, Drs. H. Darlan Efendi Harahap, M.Pd, H. Baguslan Harahap, SE.,MM, H. Ramlan Harahap, SH.,MM, Ir. Syahrul Hakim Harahap dan tokoh muda nasional asal Paluta, Akhmad Gojali Harahap.

Dalam rapat tersebut, ada beberapa poin penting yang menjadi perhatian seluruh elemen masyarakat dalam penyelesaian persoalan tanah ulayat di Desa Batang Baruhar, Padang Lawas Utara.

Secara khusus, Drs. H. Maradaman Harahap, SH.,MH yang juga penulis buku “Sekilas Tentang Batang Baruhar dan SDM-nya” menyampaikan sedikit ulasan tentang cikal bakal Desa Batang Baruhar.

Maradaman Harahap menyampaikan, Desa Batang Baruhar adalah sebuah desa yang bernama Dolok Sombaon terletak di tengah hutan belantara gugusan pegunugan Bukit Barisan dan diperkirakan berdiri pada abad ke 17 atau menjelang abad ke 18 jauh sebelum Indonesia Merdeka.

“Leluhur masyarakat Batang Baruhar yang berdiam di Dolok Sombaon pada abad ke 17 tentu saja menguasai hutan yang ada di sekitar perkampungan meliputi wilayah yang sekarang dikenal dengan nama harangan Torsimin, harangan Patuldang, harangan Sianggo Langit dan sebagainya,” paparnya.

Kemudian, lanjutnya pada zaman kolonial Belanda ada sebagian wilayah hutan Batang Baruhar dibuat garis dan ditandai dengan patok semen yang disebut rittis dan dalam kawasan rittis tersebut tidak boleh digarap oleh masyarakat setempat dan setelah Merdeka tanah rittis itu disebut hutan milik negara dan di luar rittis disebut tanah ulayat desa Batang Baruhar.

Menurut mantan Anggota Komisi Yudisial RI ini, sebagian masyarakat Batang Baruhar memanfaatkan dan menggarap hutan ulayat dengan menanam pohon karet tanpa merusak lingkungan dan eko system tetap terjaga dengan baik, flora dan fauna hidup berkembang sehingga masyarakat memanfaatkan hasil hutan seperti durian, dukuh, jengkol, rotan, buah rotan (dalam bahasa daerah setempat disebut sihim, hosur), kecombrang (dalam dahasa daerah setempat disebut falak) dan lain-lain sebagai mata pencaharian tambahan selain bertani.

Lalu, pada tahun 1960-an salah seorang tokoh Batang Baruhar yang bernama Tongku Haji Harahap Bin Baginda Imom (Almarhum) dan waktu itu menjabat sebagai Kepala Luat/Ketua Dewan Negeri Purbasinomba mengupayakan hutan yang di luar area hutan negara menjadi hutan ulayat desa Batang Baruhar dan berhasil yang luasnya mencapai sekitar seribuan hektar.

“Sampai dengan menjelang akhir abad ke-19, tanah ulayat desa Batang Baruhar tetap terpelihara dengan baik meskipun ada sebagian masyarakat mulai merambah hutan dengan menanam bebagai pohon seperti kopi, karet, nilam dan lain-lain sehingga sedikit banyaknya mengganggu kehidupan fauna (binatang liar) seperti harimau, rusa, kijang, tapir, beruang, landak dan aneka macam primata. Namun, hewan-hewan tersebut masih bisa bertahan hidup di habitatnya yang tetap terjaga dengan baik,” paparnya.

Pada tahun 2010, lanjut Maradaman ada seorang oknum penduduk desa Batang Baruhar Julu menjual sebagian tanah ulayat Batang Baruhar kepada orang luar (bukan penduduk Batang Baruhar dan Padang Bolak) akan tetapi masyarakat Batang Baruhar yang dipelopori perantau terutama di Jakarta dan Medan melakukan somasi dan mendesak kepada oknum yang menjual tanah tersebut untuk membatalkan jual beli.

“Alhamdulillah, dapat diselesaikan pada tahun 2014 setelah melalui berbagai upaya sehingga si penjual harus mengembalikan uang pembeli,” tandasnya.

Seiring dengan perkembangan zaman, dan di daerah Padang Lawas Utara terjadi booming perkebunan kelapa sawit dan di berbagai desa yang memilki tanah kosong berlomba-lomba menanam kelapa sawit. Tidak terkecuali di Batang Baruhar. Hal ini sangat baik untuk meningkatkan ekonomi masyarakat bahkan ada sebagian penduduk mengubah fungsi tanah persawahan menjadi perkebunan kelapa sawit.

Sekitar tahun 2018, kata Maradaman Harahap hutan ulayat desa Batang Baruhar menjadi masalah karena terjadi peralihan kepemilikan kepada orang yang mampunyai uang dan kekuasaan lalu membeli dan menguasai tanah ulayat sehingga sebagian besar masyarakat Batang Baruhar terkejut dengan terjadinya pengalihan hak tanah ulayat tersebut.

“Belakangan diketahui ada oknum masyarakat yang picik pikirannya tanpa memikirkan akibatnya menjual tanah ulayat desa Batang Baruhar bekerja sama dengan kepala desa setempat, entah dengan dasar apa si pembeli berani membeli tanah ulayat tersebut,” jelasnya.

Maradaman menegaskan bahwa jual beli tanah ulayat tersebut adalah illegal atau tidak sah menurut hukum karena penjual tidak memiliki legal standing/kedudukan hukum dan tidak memiliki hak dasar kepemilikan bukti yang sah atas kepemilikan tanah.

“Oleh karena itu jual beli tanah ulayat desa Batang Baruhar harus dibatalkan dan pelakunya dapat dituntut secara piadana sesuai dengan ketentuan pasal 385 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). ‘Bahwa seseorang yang secara melawan hukum, menjual, menukarkan tanah yang bukan miliknya kepada pihak lain dan memperoleh keuntungan atas perbuatannya, diancam pidana penjara paling lama empat tahun’,” katanya.

Lebih lanjut Maradaman Harahap menyampaikan bahwa hutan yang tadinya menghijau dan indah dipandang mata dari kejauhan karena di dalamnya tumbuh subur aneka flora akan tetapi saat ini nampak sudah gundul dan gersang karena ditraktor oleh pemilik baru untuk ditanami kelapa sawit.

Sementara fauna yang tadinya bebas hidup dan berkembang biak di habitatnya kini tergusur entah kemana bahkan jejaknyapun sudah tidak ditemukan lagi kalau tidak dikatakan “punah”.

Persoalan pengalihan fungsi tanah ulayat tersebut, menurutnya sudah berkali-kali diupayakan para tokoh masyarakat setempat (pemuka adat, pemuka agama dan orang yang dituakan/hatobangon) dengan mendatangi aparat terkait di Kabupaten Padang Lawas Utara seperti PUPR, DPRD, Kejaksaan Negeri dan Kapolres Tapanuli Selatan (sampai saat ini di Kabupaten Padang Lawas Utara belum ada Kapolres yang ada Kapolsek) akan tetapi tidak ada penyelesaian dan proyek tersebut tetap berlanjut.

“Bahkan sangat aneh Pemerintah Kabupaten Padang Lawas Utara membangun jalan ke arah areal tanah tersebut menggunakan dana APBD dengan mengerahkan alat berat seperti beko padahal tidak ada orang atau perkampungan di sana. Kemudian masyarakat melaporkan ke kepolisian setempat agar menghentikan pembuatan jalan tersebut tetapi hanya berhenti beberapa hari kemudian berlanjut lagi, ” paparnya.

Untuk memperjuangkan tanah ulayat desa Batang Baruhar tersebut, masyarakat Desa Batang Baruhar sudah 2 (dua) kali melakukan upaya hukum dengan melaporkannya ke Kepala Kejaksaan Negeri Padang Lawas Utara tentang perbuatan oknum yang menjual dan membeli tanah ulayat tersebut akan tetapi pihak Kejaksaan Negeri Padang Lawas Utara menjawab dengan surat tanggal 24 Januari 2025 yang intinya bahwa :

  1. Laporan pengaduan terkait jual beli tanah ulayat oleh oknum kepala desa Batang Baruhar Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara dapat diselesaikan melalui Lembaga Adat Kabupaten Padang Lawas Utara.
  2. Laporan terkait jual beli tanah ulayat oleh oknum kepala Desa Batang Baruhar Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara dapat diselesaikan melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tapanuli Selatan.

Maradaman Harahap menegaskan bahwa masyarakat Desa Batang Baruhar juga pernah mengirim surat pengaduan/laporan tertanggal 19 September 2022 kepada Jaksa Agung Republik Indonesia c.q Kepala Satuan Tugas Khusus Mafia Tanah Kejaksaan Agung RI yang intinya agar menghentikan jual beli dan pembabatan hutan serta menindak tegas oknum yang terlibat tanpa pandang bulu, namun hingga saat ini tidak pernah memperoleh jawaban.

“Dengan kondisi yang sangat memprijatinkan ini, masyarakat Batang Baruhar yang ada di Jakarta bekerja sama dengan masyarakat desa Batang Baruhar Julu yang peduli dengan tanah ulayat tetap berjuang untuk mengembalikan status tanah menjadi tanah ulayat baik melalui jalur adat maupun jalur hukum,” tegasnya.

Apa yang disampaikan Maradaman Harahap menjadi poin penting dalam rangkaian upaya menyelamatkan tanah ulayat Desa Batang Baruhar agar dikembalikan ke fungsi awalnya. Dokumen pernyataan dan dukungan terhadap upaya penyelamatan tanah ulayat desa Batang Baruhar juga ditandatangani beberapa tokoh masyarakat yang memiliki visi dan komitmen yang sama menyelamatkan tanah ulayat Desa Batang Baruhar, Padang Lawas Utara.