Scroll untuk baca artikel
Berita SumutHeadlineMedan

Rion Arios : Pertamina Harus Tahu Penyebab Penurunan Kuota BBM Nelayan Belawan

×

Rion Arios : Pertamina Harus Tahu Penyebab Penurunan Kuota BBM Nelayan Belawan

Sebarkan artikel ini

MEDAN – Pertamina sebagai penyalur bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, seharusnya mengetahui apa yang menjadi penyebab menurunnya kuota minyak solar bagi nelayan di kawasan utara Kota Medan, secara khusus pesisir Belawan sekitarnya dan Pelabuhan Perikanan Samudera Gabion Belawan. Ditengah kondisi nelayan sulit mendapatkan rekomendasi dari instansi terkait untuk mendapatkan BBM bersubsidi, malah minyak solarnya pun sulit didapatkan.

Permintaan tersebut disampaikan aktifis nelayan dan praktisi hukum Rion Arios, SH, MH kepada wartawan, Jumat (10/2/2023) ketika dikonfirmasi terkait sulitnya nelayan Belawan mendapatkan BBM bersubdisi untuk melaut.

Menurut Rion, ada terjadi ketidakpastian bagi nelayan maupun pengusaha perikanan di Belawan dan keanehan. Hal tersebut dikarenakan, Pemerintah melalui Pertamina telah menyalurkan BBM jenis solar bersubsidi melalui 8 lembaga penyalur BBM untuk nelayan Belawan sekitarnya, termasuk yang sebelumnya disebut APMS (agen penyalur minyak solar) dan Stasiun Pengisian BBM Nelayan (SPBM/SPDN), yang pada tahun 2021 sebanyak 31.760 KL dan pada tahun 2022 sebanyak 31.604 KL, artinya terjadi penurunan kuota meskipun tidak signifikan, namun awal tahun 2023 ini para nelayan mengeluh sulit mendapatkan minyak bersubsidi.

Baca Juga:   Pertamina dan BPH Migas Resmikan Lembaga Penyalur BBM Satu Harga di Nias

”Tahun lalu terjadi penurunan kuota dari tahun sebelumnya, tahun 2023 ini ada keluhan sulit mendapatkan BBM bersubsidi, hal ini harus diketahui Pertamina penyebabnya hingga di hilir agar dalam menyalurkan BBM bersubdisi tepat sasaran,’ tegas Rion yang juga sebagai pengacara dan Wakil Ketua DPC Peradi Medan itu.

Seharusnya nelayan dan kapal-kapal ikan tidak sulit mendapatkan minyak solar bersubdisi dengan membawa rekomendasi kesyabandaran, apabila alat tangkap nelayan tidak menggunakan alat tangkap yang dilarang oleh undang-undang dan peraturan yang berlaku. Akibatnya muncul dugaan Wakil Ketua Bidang Hukum DPC HNSI Kota Medan, bahwa selama ini solar bersubsidi digunakan oleh kapal-kapal ikat pukat harimau (trawl) dan alat tangkap lain yang dilarang lainnya.

Baca Juga:   Ibu dan Anak di Kabupaten Batu Bara Positif Covid-19

”Ketika diwajibkan untuk membawa rekomendasi ketika pengambilan BBM bersubsidi, kapal-kapal ikan yang tidak memiliki rekomendasi, maka tidak dilayani lembaga penyalur BBM bersubsidi nelayan tersebut. Belum lagi masalah lain, pengusaha memiliki surat kapal dan rekomendasi tapi tidak ada wujud kapalnya,” kata Rion berharap semua pihak dapat memberikan perhatian kepada nelayan Belawan.