mediasumutku.com | MEDAN-Sidang lanjutan perkara tindak pidana korupsi mantan Sekda Labuhanbatu Muhammad Yusuf Siagian dan mantan Bendahara Pengeluaran Setdakab Labuhanbatu Elida Rahmayanti (berkas terpisah) yang digelar Kamis (2/11/2023) di Ruang Cakra 9 Pengadilan Tipikor PN Medan dengan agenda mendengar keterangan saksi.
Sidang lanjutan mendengarkan keterangan saksi dipimpin Ketua Majelis Hakim Fauzul dan anggota Majelis Hakim Andriansyah dan Husni Tamrin dan Jaksa Penuntut Umumnya adalah Raja L. Gurusinga, SH, Dimas Pratama, SH, Basrief Aryanda, SH dan Datuk Ananda Farkhie, SH.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Labuhanbatu ini menghadirkan 2 saksi yaitu Tonggo Manurung, SE selaku Pejabat Penatausahaan Keuangan tahun 2017 dan Hotmaidah Nasution selaku Bendahara pengeluaran sejak Agustus 2017.
Setelah sidang dibuka oleh Ketua Majelis Hakim, terdakwa mantan Sekda Labuhanbatu Muhammad Yusuf Siagian dan mantan Bendahara Pengeluaran Setdakab Labuhanbatu Elida Rahmayanti juga dihadirkan dalam persidangan. Terdakwa mantan Sekda datang dengan duduk di kursi roda.
Tim JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Labuhanbatu mengawali pertanyaan kepada kedua saksi yang dihadirkan dalam persidangan. Jaksa mempertanyakan apakah semua proses pencairan uang sudah dilaksanakan dengan benar. Saksi Tonggo Manurung menyampaikan sudah benar. Akan tetapi, ketika Jaksa mempertanyakan kenapa ada selisih uang dan setelah dilakukan audit terdapat pengeluaran uang tidak sesuai dengan prosedur.
“Itu atas perintah pimpinan yang mulia, karena sudah perintah pimpinan ya saya ajukan untuk segera dikeluarkan dananya,” kata Tonggo Manurung.
Lalu Hakim mencecar saksi dengan beberapa pertanyaan. Apakah semua prosedur yang PPTK (Tonggo Manurung) lakukan sudah benar sesuai dengan aturan, Tonggo menjawab sudah benar. Hakim menanyakan kembali apakah PPTK pernah meminta pertanggungjawaban kepada Sekda terkait uang pengeluaran yang dikeluarkan bendahara? Dengan tegas Tonggo menyampaikan pernah tapi secara lisan dan bukan secara tertulis.
Pantauan wartawan dalam persidangan, Tonggo Manurung terlihat seperti ‘segan’ atau kurang yakin dalam memberikan keterangan karena disebelahnya ada terdakwa mantan Sekda. Ketika hakim anggota mempertanyakan apakah dalam proses pencairan dana ada kesalahan prosedur, Tonggo Manurung mengakui memang ada kesalahan prosedur dalam pencairan dana.
Dalam persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Raja Liola Gurusinga, SH,MH didampingi Dimas Pratama,SH,MH dan Basrief Aryanda,SH,MH menyampaikan bahwa bahwa dana yang mengalir ke Setda Kabupaten Labuhanbatu Tahun Anggaran (TA) 2017 sebesar Rp41.501.923.179. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas/operasional, Elida Rahmayanti selaku bendahar mengajukan dokumen Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP-UP) ditujukan kepada Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK).
“Selanjutnya diteruskan kepada terdakwa selaku Pengguna Anggaran (PA) SKPD Setda sebesar Rp1,5 miliar. Terdakwa selaku PA kemudian menandatangani perihal Surat Perintah Membayar Uang Persediaan (SPM-UP) yang ditujukan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Labuhanbatu dan Surat Perintah Membayar Uang Persediaan tertanggal 10 Maret 2017,” papar Dimas Pratama.
Berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup) Labuhanbatu Nomor 02 Tahun 2010 tentang Penetapan Besaran Jumlah SPP-UP dan Surat Permintaan Pembayaran Ganti Uang (SPP-GU) Bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu, permintaan pembayaran Ganti Uang Persediaan dapat dilakukan apabila Uang Persediaan yang dikeluarkan telah berjumlah 75 persen dari nilai Uang Persediaan.
Terdakwa selaku Pengguna Anggapan dan Elida Rahmayanti selaku Bendahara Pengeluaran melakukan penarikan Uang Persediaan pada Setda Labuhanbatu Tahun Anggaran 2017, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) meminta pembayaran kepada Bendahara Pengeluaran atas kegiatan yang akan dilaksanakan maupun atas kegiatan yang sudah dilaksanakan.
Yaitu, dengan cara mengajukan Nota Pencairan Dana (NPD) yang ditandatangani oleh PPTK dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) berikut administrasi kelengkapannya seperti Surat Pertanggung jawaban pelaksanaan kegiatan.
Selanjutnya Kabag Keuangan meneruskan NPD tersebut kepada Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) untuk diverifikasi. Jika lengkap Kabag Keuangan meminta Bendahara Pengeluaran untuk melakukan pembayaran sesuai NPD yang diajukan.
“Bahwa terdapat permintaan pembayaran atas kegiatan yang akan dilaksanakan maupun yang sudah dilaksanakan tidak seluruhnya dilakukan dengan mengajukan NPD namun diajukan hanya secara lisan dari PPTK kepada Bendahara Pengeluaran. Kemudian, Elida Rahmayanti selaku Bendahara Pengeluaran membawa cek penarikan Bank Sumut kepada terdakwa sebesar permintaan yang terdapat di dalam NPD dan catatan kecil yang berisi permintaan uang beserta peruntukannya yang tidak terdapat didalam NPD maupun tidak terdapat di dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Setda Labuhanbatu tahun 2017 yang dibuat oleh saksi Elida Rahmayanti.
Berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara terkait Pengelolaan Uang Persediaan pada Setda Kabupaten Labuhanbatu TA 2017, terdapat selisih pengelolaan Uang Persediaan sebesar Rp1.277.415.505.
Dari peristiwa pidana ini, kedua terdakwa dijerat dengan dakwaan kesatu primair, Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana. Subsidair, Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana. Atau kedua, Pasal 8 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi berikutnya.