mediasumutku.com| MEDAN- Pandemi Covid-19 yang sudah hampir setahun melanda dunia, termasuk Indonesia, menimbulkan banyak ketidakpastian. Angka pengangguran pun meningkat. Walau begitu, ada juga yang menghadapi kesulitan ini sebagai suatu kesempatan untuk berinovasi, khususnya para pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dalam memanfaatkan teknologi digital.
Untuk mendukung peran serta UMKM di Indonesia serta meningkatkan rasa bangga terhadap industri kreatif lokal di berbagai daerah, OVO, platform pembayaran digital dan layanan finansial terdepan di Indonesia, beberapa waktu lalu menggandeng Komunitas Mata Kita dari Narasi untuk mengadakan kampanye #DenganSatuLangkah.
Salah satu pelaku UMKM yang terlibat dalam kampanye ini adalah Tonny Mahardika, mantan pengamen jalanan yang kini mmeiliki toko gitar asli buatan Indonesia, RMG, Rock Music Kedoya.
“Sekarang kita mengalami pandemi, berarti ini masalah. Dan buat saya, satu masalah ini adalah kesempatan,” tutur Tonny, Selasa (9/2/2021).
Karena pandemi, toko yang dikelolanya kini mempunyai konsep baru yaitu, transaksi cashless (non-tunai).
Tonny berpendapat, pengusaha wajib mematuhi regulasi pemerintah, dan saat ini regulasi mengharuskan sebisa mungkin untuk menjaga jarak, termasuk ketika menerima uang.
“Karena kita bertransaksi dengan jual beli online, transaksi dengan OVO itu sangat membantu,” imbuh Tonny.
Ini bukan kali pertama Tonny peka melihat potensi masalah dan berinovasi di tengah tantangan yang ada. Awalnya, di tahun 2004 Tonny mencari penghasilan sebagai pekerja pabrik baja. Naas menimpa dirinya pada tahun 2006. Dia harus rela kehilangan empat jari tangannya yang terputus oleh mesin.
Tonny berusaha keras mengalahkan trauma yang membekas. “Saya harus meng-encourage diri saya bahwa diri saya itu berharga,” tegasnya.
Berhasil bangkit dari trauma, di tahun 2008 Tonny mengamati banyak terjadinya pengurangan karyawan, dan memutuskan menjadi seorang pengamen, terlepas dari keterbatasan fisiknya kini. “Ketika ngamen, saya merasa nyaman,” kenang Tonny.
Suatu hari, ia menemukan brosur yang menjual motor dengan harga murah. “Di situ saya pikir, sudah pasti angkutan umum bakal hilang. Apa yang musti saya kerjakan?”
Tonny kemudian beralih haluan menjadi pedagang suku cadang motor. Dengan gigih ia naik-turun kereta, memanggul dan menjajakan onderdil dari bengkel ke bengkel yang ada di sekitar stasiun.
Ketika di 2014 mulai bermunculan kompetitor importir yang mendatangkan suku cadang langsung dari negara-negara produsen dengan harga yang lebih murah, Tonny menghitung ada sekitar Rp. 40 juta total nilai stok usahanya yang tidak terjual. Modal yang dimilikinya hanya tersisa Rp. 1,2 juta.
“Tapi saya pikir ya sudah lah, saya coba. Dulu juga pas waktu pengamen juga bisa kok. Masa sekarang saya sudah punya motor, saya nggak bisa?” tawanya.
Tonny mendatangi sebuah warnet untuk mencari tahu usaha apa yang tengah berkembang saat itu, dan menemukan bisnis toko online dan e-commerce. Transaksi pertamanya, ia mencoba menjual tiga unit gitar.
“Eh, satu jam habis. Saya balik lagi ke distributornya. Saya beli enam, habis lagi,” kenang Tonny. Di hari pertama ia memulai usaha barunya, Tonny berhasil menjual 36 unit gitar.
“Ketika saya mau memulai bisnis dulu, itu saya nggak mau menyerah. Kedua itu, jangan sampai kita malu. Ketiga itu, kita harus punya target. Apa sih yang mau kita capai kedepannya?” tegas Tonny saat berbagi pengalamannya.
Kini pengamen tanpa empat jari tersebut bukan saja telah membuka toko gitar yang sukses, tapi toko yang dengan bangga membawa tajuk “Guitar Original Indonesia”.
Kisah Tonny menggambarkan besarnya manfaat teknologi digital bagi para pelaku UMKM, mulai dari e-commerce hingga pembayaran non-tunai seperti yang dapat dilakukan melalui OVO. Tapi yang utama, kisah Tonny merupakan bukti wujud semangat yang luar biasa, sebuah inspirasi bagi jutaan pelaku UMKM di seluruh nusantara. (MS11)