mediasumutku.com|SERGAI-Puluhan petani Serdang Bedagai harus berurusan dengan pihak Bank Rakyat Indonesia (BRI) atau debt collector akibat pinjaman tak kunjung dibayar. Hal tersebut diduga akibat dampak program paket lindung tani yang ditawarkan oleh oknum yang mengaku sebagai Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sumatera Utara.
Para petani diiming-imingi mendapatkan modal pinjaman tanpa dipersulit dan tanpa bunga melalui program paket lindung tani “HKTI”. Selain itu, harga gabah akan naik, sehingga membantu mempermudah pencairan dari perusahaan bank BRI di lokasi desa tempat tinggal.
Bahkan, ada juga petani yang menjaminkan surat berharga seperti, surat tanah dan surat BPKB kendaraan sebagai agunan di sebuah Bank BRI. Namun, para petani tidak menerima pencairan tersebut. Para petani malah diberikan pinjaman dengan istilah “biaya hidup” oleh oknum HKTI Sumut.
Pinjaman tersebut bervariasi, dari mulai pinjaman sebesar Rp 5 juta hingga Rp 25 juta. Namun, pinjaman tersebut diduga tidak disetorkan oleh oknum HKTI Sumut sehingga para petani langsung ditagih pihak pegawai bank BRI.
“Awalnya berjalan satu musim atau sekitar enam bulan. Pihak oknum HKTI terus lancar melakukan pembayaran ke pihak perusahaan bank BRI tanpa adanya permasalahan apapun baik pinjaman modal maupun para petani. Namun, sewaktu jalan musim kedua, tiba-tiba pihak perusahaan atau penagih bank langsung menagih kepada para petani menyatakan bahwa selama satu musim anggsuran pokok dan bunga tak kunjung dibayar oleh pihak oknum HKTI,”ucap Marudut Butar Butar (47), warga Desa Tebing Tinggi kepada wartawan di Sei Rampah, Kamis (22/7/2021).
Menurut Marudut, pinjaman tersebut atas nama istrinya bernama Hostikarina Sirait (43) dengan jaminan surat BPKP kendaraan sepeda motor ke Bank BRI melalui program paket lindung tani HKTI dengan pinjaman sebesar Rp 17 juta.
“Namun setelah pencarian, dana tersebut bukan kami yang menerima melainkan oknum HKTI. Bahkan oknum HKTI tersebut hanya memberihkan namanya ” biaya hidup” sebesar Rp5 juta. Sisanya 12 juta bersama oknum tersebut. Kemudian, pada musim kedua tidak disetorkan pihak HKTI selaku pemilik program paket Lindung tani HKTI, sehingga pihak bank BRI langsung menagih kepada kami dengan total kewajiban tunggakan sebesar Rp 8.720.069 yang harus dibayar,” terangnya.
Hal yang sama dikatakan Saiyam Br. Simatupang (50) warga Desa Tebingtinggi. Dia mengaku, untuk meminjam ia menjaminkan surat tanah rumahnya ke BRI dengan pinjaman sebesar Rp25 juta.
Namun setelah pencairan, dana pinjaman tersebut hanya membawa uang sebesar Rp 15 juta dengan istilah “Biaya Hidup”.
“Sisanya bukan kami yang membawa melainkan oknum HKTI tersebut. Akibat mengikuti paket lindung tani ini, akhirnya saya dikejar-kejar pihak pegawai leasing bank BRI (debt colector). Kami jadi berhutang tunggakan sebesar Rp23.572.034 juta. Padahal, uang yang saya terima hanya Rp 15 juta,”ucap br. Simatupang.
Ababila, persoalan ini tidak ada kejelasan, maka warga desa Tebing tinggi terutama para korban akan membuat pengaduan ke polres Sergai.
Sebelumnya, wartawan sudah melakukan konfirmasi kepada Ketua HKTI Sumut, Syafrizal, belum lama ini. Namun hingga saat ini, tidak memberikan jawaban.
Sementara itu, tim lapangan dari HKTI inisial B mengalihkan persoalan ini ke pengurus HKTI Sumut. ” Silahkan, kordinasi sama pak Erwin saja selaku pengurus HKTI Sumut dan tim program HKTI, “jelas B.
Sementara itu, pengurus HKTI Sumut, Erwin kepada wartawan sebelumya mengatakan, tidak bisa memberikan jawaban. Dia meminta, agar wartawan meminta jawaban kepada Ketua HKTI Sumut.
“Izin, ketua lagi sakit, seharusnya yang memberikan keterangan ketua,” ujarnya. (MS6)
.