Scroll untuk baca artikel
Berita SumutHeadlineHukrim

Akibat Ngegas Motor, Ama Martin Pukul Sepupunya dan Akhirnya Berdamai, Kejati Sumut Kembali Hentikan 4 Perkara Dengan Humanis

×

Akibat Ngegas Motor, Ama Martin Pukul Sepupunya dan Akhirnya Berdamai, Kejati Sumut Kembali Hentikan 4 Perkara Dengan Humanis

Sebarkan artikel ini

mediasumutku |MEDAN-Tersangka Hasanema Daya Alias Ama Martin, warga Desa Bawoganowo Kecamatan Toma Kabupaten Nias Selatan melakukan penganiayaan terhadap Tiasa Harita Alias Ama Apos yang juga warga Desa Bawoganowo Kecamatan Toma Kabupaten Nias Selatan, akhirnya berdamai setelah Kejari Nias Selatan menerapkan keadilan restoratif untuk menghentikan penuntutan perkaranya.

Berawal dari ketika Tersangka Ama Martin hendak meletakkan buah kelapa hasil dari kebunnya dipinggir jalan Desa Hilimagari Kecamatan Toma Kabupaten Nias Selatan tepatnya di kebun Isofu, secara tiba-tiba Saksi Korban Ama Apos datang dari arah belakang Tersangka dengan menggunakan sepeda motor dan mengegas-ngegas sepeda motor yang dikendarainya namun Tersangka tidak menghiraukannya.

Selanjutnya Tersangka meletakkan buah kelapa tersebut, lalu Saksi Korban berkata kepada Terdakwa “eh apa kau”. Kemudian Tersangka menjawab “emangnya kenapa? Kenapa abang sampai mengegas-ngegas sepeda motor mu dibelakang saya?”. Setelah itu Saksi Korban tergesa-gesa mencagakkan sepeda motor yang dikendarainya untuk menghampiri Tersangka namun sepeda motor miliknya tersebut terjatuh.

Baca Juga:   Petugas Polrestabes Surabaya Jaga Kelenteng Jelang Sembahyang Tahun Baru Imlek 2020

Tersangka yang merasa emosi dan menghampiri Saksi Korban langsung meninju pipi sebelah kiri Saksi Korban sebanyak 1 (satu) kali menggunakan tangan kanan Tersangka. Tidak lama kemudian Saksi Elwin Lawuna Alias Ama Ichel dan Saksi Seniman Laia Alias Ina Ichel yang sedang melintas di tempat kejadian dan memisahkan Tersangka dengan Saksi Korban sambil berkata kepada Tersangka “udahlah cukuplah itu bang toh juga dia gak balas pukulan abang”.

Akibat dari perbuatan Tersangka, Saksi Korban Ama Apos mengalami luka memar pada pipi kiri dengan panjang 4 cm dan lebar 8 cm sebagaimana Visum et Repertum Nomor: 202/VER/KL-G/2024 tanggal 27 April 2024 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Boy Anugrah Laia dokter pada Klinik Gloria.

Tersangka dijerat dengan Pasal 351 ayat 1 KUHPidana “Penganiayaan diancam dengan Pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

Baca Juga:   Sri Mulyani Akui Banyak Perusahaan Berupaya Gelapkan Pajak

Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara kembali menghentikan 4 perkara setelah Kajati Sumut Idianto,SH,MH diwakili Wakajati Sumut Rudy Irmawan didampingi Kabag TU dan para Kasi pada Aspidum mengajukan 4 perkara untuk dihentikan dengan pendekatan keadilan restoratif kepada JAM Pidum Kejagung RI Prof. Asep Nana Mulyana dan Direktur TP Oharda Nanang Ibrahim Soleh, SH,MH dari ruang Vicon Lantai 2 Kantor Kejati Sumut, Jalan AH Nasution Medan, Selasa (27/8/2024).

Menurut Kajati Sumut Idianto melalui Koordinator Bidang Intelijen Yos A Tarigan, SH,MH bahwa 4 perkara yang diajukan dan disetujui untuk dihentikan adalah dari Kejari Samosir An. Tsk. Sari Bahtiardo Samosir melanggar Pasal 351Ayat (1) KUHPidana, kemudian dari Kejari Nias Selatan An. Tsk. Hasanema Daya Alias Ama Martin melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana, Kejari Medan An. Tsk Didi Askari Alias Didi melanggar Pasal 362 KUHPidana dan dari Kejari Binjau An. Tsk Suherlambang melanggar Pasal 310 (4) UU RI No. 22 thn 2009 ttg LLAJ.

Baca Juga:   Afifi Lubis : ASN Harus Punya Jiwa Entrepreneur

“Empat perkara ini dihentikan penuntutannya dengan menerapkan Perja No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan pendekatan Keadilan Restoratif. Dimana, antara tersangka dan korban saling memaafkan dengan pertimbangan tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukumannya tidak lebih dari lima tahun dan kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp 2,5 juta,” paparnya.

Lebih lanjut mantan Kasi Penkum ini menyampaikan penghentian penuntutan dengan cara humanis ini digagas karena antara tersangka dan korba ada yang bersaudara. Kemudian, penghentian penuntutan ini lebih mengedepankan penegakan hukum humanis serta melihat esensi dari kejadian.

“Penghentian penuntutan dan terjadinya perdamaian antara tersangka dan korban telah membuka ruang terciptanya harmoni, perdamaian menjadi salah satu upaya mengembalikan keadaan ke semula,” tandasnya.