mediasumutku.com|MEDAN– Mengetahui produk baja Indonesia akan dikenai Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) di India, Menteri Perdagangan Muhamad Lutfi bergegas melakukan tindakan diplomatik.
Reaksi cepat ini membuahkan hasil positif. Directorate General Trade Remedies (DGTR) merilis memo resmi yang menetapkan produk baja Flat Rolled Product of Stainless Steel (FRPSS) asal 15 negara termasuk Indonesia terbebas dari BMAD. Dengan keberhasilan ini, produk FRPSS lolos dari pengenaan specific duty USD 167/MT-USD 441/MT.
“Indonesia melakukan pendekatan diplomatik dengan pejabat tinggi India setelah mengetahui Otoritas penyelidiknya mengeluarkan rekomendasi pengenaan BMAD yang mengandung defisiensi, baik dalam hal substansi maupun prosedur penyelidikan. Saya menyambut baik putusan Pemerintah India tersebut. Pembatalan pengenaan BMAD ini dapat mengembalikan akses pasar ekspor FRPSS ke pasar India,” ujar Mendag Lutfi, Sabtu (24/7/2021).
Menurutnya, kinerja ekspor FRPSS Indonesia ke India sempat membukukan kinerja terbaik pada 2019 sebesar USD 426 juta. Seiring pandemi Covud-19, pada 2020 terjadi pelemahan ekspor FRPSS ke India menjadi USD 117 juta. Pada 2021, belum tampak indikasi pemulihan karena ekspor FRPSS ke India periode Januari–Mei 2021 baru terpantau sebesar USD 60 juta, masih di bawah capaian periode yang sama tahun 2020, sebesar USD 87,5 juta.
Sementara Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana meyakini upaya pembelaan bersama antara Pemerintah Indonesia dan perusahaan tertuduh membawa Indonesia pada hasil terbaik ini.
“Kami menghargai sikap kooperatif dan partisipasi aktif perusahaan selama penyelidikan berlangsung sehingga Pemerintah Indonesia memiliki peluang melakukan pembelaan optimal hingga garis akhir,” tegas Wisnu.
Plt. Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati menambahkan terjadinya pelemahan nilai ekspor tahun ini terindikasi adanya pengenaan Bea Masuk Imbalan Sementara (BMIS) atau provisional measures yang diterapkan Pemerintah India selama 4 bulan yaitu periode Oktober 2020-Januari 2021 terhadap produk FRPSS asal Indonesia sebesar 20-30 persen.
Karena itu keberhasilan ini patut disyukuri bersama sehingga diharapkan kinerja ekspor FRPSS melejit kembali.
“Kami terus menyuarakan keberatan kepada Otoritas India karena adanya defisiensi serius cakupan produk yang sangat luas dan berbeda ini. Namun Otoritas tidak bergeming, sehingga upaya pembelaan ditingkatkan ke level pejabat tinggi India,” jelas Pradnyawati.
Pradnyawati melanjutkan, sejak terbitnya hasil sementara penyelidikan, Pemerintah Indonesia telah mengidentifikasi kelemahan prosedur dan substansi penyelidikan yang dilakukan oleh DGTR antara lain dengan penggunaan analisis tunggal antara dumping dan kerugian mengingat luasnya cakupan produk yang diselidiki.
“Diharapkan hasil terbaik ini dapat mengembalikan peluang ekspor FRPSS ke India yang sempat terganggu dengan penyelidikan anti dumping,” pungkas Pradnyawati.(MS11)