Scroll untuk baca artikel
HeadlineHukrimNasional

Rektor IPB dan Pemuka Agama Kritik Revisi UU KPK

×

Rektor IPB dan Pemuka Agama Kritik Revisi UU KPK

Sebarkan artikel ini

Jakarta, Mediasumutku.com– Gelombang penolakan dan kritik terhadap upaya DPR-RI yang ingin merevisi UU tentang KPK, terus bergulir. Kritikan dana penolakan itu bahkan meluas ke berbagai elemen masyarakat dan wilayah di Indonesia.

Kali ini, kritik datang dari Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria hingga para pemuka dari berbagai lembaga keagamaan. Di laman detikcom, Arif Satria mengatakan, sebagai Rektor IPB, dia punya concern yang besar terhadap isu pemberantasan korupsi. Ia pun datang ke gedung KPK untuk memberi dukungan moral agar KPK tetap menjadi lembaga yang punya otoritas kuat.

“Kita memberikan dukungan moral agar KPK tetap sebagai sebuah lembaga yang memang memiliki otoritas yang kuat dan saat ini kita akui kepercayaan publik terhadap KPK juga sangat tinggi. Oleh karena itu, kita perlu memahami dan juga mengamati bagaimana respons publik,” kata Arif setelah bertemu dengan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2019).

Dia mengatakan keberadaan dan kerja KPK dalam memberantas korupsi memberi dampak positif dalam meningkatkan investasi di Indonesia. Arif menyebut para investor tidak menginginkan adanya praktik korupsi terjadi saat berinvestasi di Indonesia.

Baca Juga:   Gadaikan Mobil Tanpa Ijin, Ayah dan Anak Sepakat Berdamai

Baca juga: Baca juga: YLBHI: KPK Sedang Dilemahkan dengan Dua Cara

Aktivis Antikorupsi Terobos Rapat Paripurna, Dukung KPK

“Saya kira kehadiran KPK ini justru memberikan nilai positif buat peningkatan investasi yang ada di Indonesia. Jadi, kalau kita tanya kepada orang-orang asing asing, maka yang tentu diharapkan adalah kepastian hukum keteraturan dan stabilitas dan juga mereka juga tidak menginginkan adanya praktik korupsi dalam proses investasi,” tuturnya.

Arif kemudian mengkritik DPR terkait rencana revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dia menilai DPR seharusnya memperhatikan aspirasi publik yang menolak rencana revisi UU tersebut.

“Kami harapkan dari DPR juga mengamati dinamika perkembangan respons publik. Bagaimanapun juga, kepercayaan publik terhadap KPK sangat tinggi dan harapan terhadap KPK sangat tinggi pada publik. Apa yang dirasakan publik, manfaat KPK dalam memberantas korupsi yang telah merusak moral dan ekonomi bangsa, moga-moga DPR bisa lebih jernih memahami yang dipikirkan masyarakat,” ujar Arif.

Ketua Dewan Guru Besar IPB Prof Yusram yang turut hadir di gedung KPK mengatakan selama ini pihaknya telah bekerja sama dengan KPK terkait masalah pengelolaan sumber daya alam. Dia pun berhadap independensi KPK tetap dijaga.

Baca Juga:   Bobby Nasution: Tokoh Agama dan FKUB Berperan Pelihara Kerukunan Umat Beragama

“Para guru besar kita terlibat membantu KPK mengelola SDA kita. Luar biasa Indonesia ini kalau dikelola dengan baik dan saya kira KPK ini entry point kita untuk meningkatkan ekonomi kita lompatannya jauh ke depan kalau kita bisa menjaga independensi KPK dengan sebaik-baiknya,” ujar Yusram.

Selain dari akademisi, kritik terhadap rencana revisi UU KPK datang dari para pemuka lembaga keagamaan. Para pemuka agama tersebut memberikan dukungannya dengan hadir di gedung KPK.

Penolakan terhadap upaya revisi UU KPK yang dilakukan oleh DPR terus meluas

“Upaya pelemahan KPK kali ini dilakukan bersama salah seorang capim KPK. Kesepakatan untuk melakukan revisi UU KPK ini terasa ‘dipaksakan’ karena revisi tersebut tidak masuk dalam daftar RUU prioritas pada Program Legislasi Nasional 2019,”ujar Yanto Jaya yang merupakan perwakilan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI).

Para pemuka agama ini juga menilai ada empat poin dalam draf revisi UU KPK yang malah memperlemah KPK. Poin-poin yang dimaksud antara lain pembatasan penyelidik dan penyidik hanya dari Polri, Kejaksaan, dan PPNS, keberadaan Dewan Pengawas yang punya peran penting seperti memberi izin penyadapan hingga penggeledahan serta keberadaan wewenang penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi.

Para pemuka agama ini kemudian meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak pelemahan KPK serta tidak mengirimkan surat presiden ke DPR sehingga pembahasan revisi UU ini berhenti. Mereka juga meminta DPR berhenti melakukan pelemahan pemberantasan korupsi.

“Kami lembaga-lembaga keumatan agama di Indonesia meminta kepada Presiden untuk tidak mendukung tindakan-tindakan pelemahan upaya pemberantasan korupsi, termasuk di dalamnya pelemahan KPK. Kedua, Presiden tidak mengirimkan surat presiden atau surpres kepada DPR sebagai tindak lanjut pembentukan RUU Revisi KPK sehingga pembahasannya akan terhenti,” ujar Pendeta Hendri Lokra dari PGI.

Baca Juga:   Setelah Si Abang Lae, Kejari Medan Buat Terobosan Baru Jalin MoU Dengan Kantor Pos

“Ketiga, DPR untuk berhenti melakukan tindakan yang mendukung pelemahan pemberantasan korupsi, termasuk di dalamnya pelemahan KPK. Keempat, masyarakat untuk menyuarakan dan menghadang pelemahan pemberantasan korupsi di dalamnya pelemahan KPK, karena korupsi adalah akar pemiskinan dan merenggut hak-hak warga masyarakat secara umum,” sambungnya. (MS1/dtc)