Mediasumutku.comIJAKARTA-Ciuman ‘biasa’ memang tak bisa menularkan virus HIV/AIDS. Namun ciuman ‘panas’ yang populer dengan istilah French kiss rupanya bisa menjadi media penularan virus.
Dokter spesialis kulit dan kelamin Hanny Nilasari menuturkan, french kiss berisiko jadi media penularan HIV/AIDS. Pasalnya, tak seperti ciuman yang hanya mempertemukan bibir dengan bibir, French kiss merupakan ciuman yang dapat melibatkan antar mukosa atau lapisan kulit bagian dalam mulut.
“Ciuman yang hanya pertemuan bibir, daya tular ada nol koma nol nol sekian persen. French kiss, mukosa bertemu mukosa, penularan lebih tinggi jadi nol koma sekian,” jelas Hanny dalam temu media bersama Durex di Soehanna Hall, Energy Building, kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Rabu (19/11)dikutip dari detik.com.
HIV/AIDS merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Penularan tidak melalui udara atau kontak fisik biasa, melainkan melalui hubungan seksual, kontak membran mukosa, transfusi darah, kehamilan (dari ibu dengan HIV/AIDS ke bayi), serta jarum suntik.
Namun, hingga kini HIV/AIDS masih jadi penyakit yang sarat akan stigma. Mitos yang keliru kerap berujung pada rasa enggan untuk berinteraksi dengan ODHA (orang dengan HIV/AIDS) karena takut tertular.
Riset anyar yang dilakukan Reckitt Beckinser melalui Durex menemukan bahwa 3 dari 10 remaja masih berpikir bahwa melakukan aktivitas sehari-hari bersama ODHA bisa tertular HIV/AIDS. Padahal, interaksi biasa, seperti ‘ngobrol’ atau salaman tak akan menularkan virus.
Sebanyak 55 persen remaja juga berpikir kalau HIV bisa ditularkan melalui ciuman. Padahal, Hanny menegaskan bahwa ciuman yang hanya mempertemukan bibir dengan bibir atau sentuhan kulit luar tak akan menularkan HIV/AIDS, Kecuali jenis ciuman French kiss.
Riset online melalui Jakpat yang melibatkan 1.500 responden dari Jakarta, Bandung, Medan, Surabaya dan Yogyakarta itu juga mendapati, semua kategori responden pernah mendengar tentang penyakit menular seksual (PMS). Namun, pengetahuan dan pemahaman tentang PMS baru sebatas HIV/AIDS. Padahal ada deret PMS lain yang tak kalah mengkhawatirkan antara lain, gonore, sipilis, juga herpes.
Hanny berharap edukasi tentang kesehatan reproduksi terus dilakukan. Kini, lanjut dia, adalah era prevensi atau pencegahan bukan era pengobatan.
“Dulu pengalaman saya, dokter itu nunggu pasien datang. Sekarang paradigma berubah. Dokter juga turut mengedukasi pasien termasuk melakukan medical check up lengkap juga cek reproduksi,” imbuhnya.(MS4)