mediasumutku | Jakarta : Nama Direktur Utama (Dirut) PT Waskita Beton Precast (Tbk), Jarot Subana, dipanggil tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hari ini. Jarot akan diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi pekerjaan subkontraktor fiktif dalam proyek-proyek yang digarap PT Waskita Karya.
Ia akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka mantan Kepala Divisi (Kadiv) II PT Waskita Karya, Fathor Rachman (FR).
“Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka FR,” kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, saat dikonfirmasi, Selasa (28/1/2020).
Jarot Subana pernah dicegah berpergian keluar negeri bersama lima orang lainnya. Jarot dicegah sejak 3 Mei 2019 untuk enam bulan ke depan. Dari hasil penelusuran, KPK tidak memperpanjang masa cegah terhadap Jarot Subana.
Sejauh ini, KPK telah menetapkan mantan Kepala Divisi (Kadiv) II PT Waskita Karya, Fathor Rachman (FR) serta mantan Kepala Bagian (Kabag) Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya, Yuly Ariandi Siregar (YAS) sebagai tersangka.
Kedua pejabat Waskita Karya tersebut diduga telah memperkaya diri sendiri, orang lain, ataupun korporasi terkait proyek fiktif pada BUMN. Sedikitnya, ada 14 proyek infrastruktur yang diduga dikorupsi pejabat Waskita Karya.
Proyek tersebut tersebar di Sumatera Utara, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Bali, Kalimantan Timur, dan Papua.
Fathor dan Ariandi diduga telah menunjuk empat perusahaan subkontraktor menggarap sejumlah proyek konstruksi fiktif yang dikerjakan Waskita Karya.
Empat perusahaan subkontraktor yang telah ditunjuk Ariandi dan Fathor tidak mengerjakan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak. Namun, PT Waskita Karya tetap melakukan pembayaran terhadap empat perusahaan subkontraktor tersebut.
Selanjutnya, perusahaan-perusahan subkontraktor tersebut menyerahkan kembali uang pembayaran dari PT Waskita Karya kepada sejumlah pihak termasuk yang kemudian diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Fathor dan Ariandi.
Diduga, telah terjadi kerugian keuangan negara sekira Rp186 miliar. Perhitungan kerugian keuangan menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tersebut merupakan jumlah pembayaran dari PT Waskita Karya ke perusahaan-perusahaan subkontraktor pekerjaan fiktif.
Atas perbuatannya, dua pejabat PT Waskita Karya itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.