mediasumutku.com|JAKARTA-Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Nevi Zuairina menyoroti PT Pupuk Indonesia yang berperan sebagai BUMN dengan performa perusahaan mendapatkan laba (profit oriented), tapi juga sekaligus penerima beban untuk memproduksi pupuk subsidi dari program public service obligation (PSO) yang anggarannya dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Dari paparan PT Pupuk Indonesia, Nevi melihat produksi pupuk berdasar PSO dari 2015 hingga 2020 menunjukkan pada angka sekitar 8-9 juta ton lebih. Sedangkan pada produksi pupuk non-PSO, hanya sekitar 2,8 hingga 4,9 juta ton atau hanya setengah kinerja produksi pupuk PSO.
“PT Pupuk Indonesia idealnya membangun profitabilitasnya tidak mengandalkan pada alokasi APBN di PSO. Performa perusahaan mesti kuat bukan karena pengelola PSO. Sehingga kemampuan produksi antara pupuk PSO dan non-PSO tidak jomplang terlalu jauh”, ujar Nevi saat kunjungan kerja spesifik Komisi VI DPR RI ke Gudang Sumur Pecung PT Pupuk Indonesia, Serang, Banten, Selasa (27/1/2021) lalu.
Nevi menyayangkan, ketika pupuk dari PT Pupuk Indonesia dinyatakan cukup untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, bahkan dikatakan beberapa pihak dapat melakukan ekspor, tapi pada kenyataan ada kelangkaan pupuk di dalam negeri. Kelangkaan ini bukan karena ketiadaan pupuk. Namun yang langka adalah pupuk berlabel subsidi, sehingga petani dengan kapasitas di bawah 2 hektar tidak dapat mengaksesnya.
“Banyak petani kecil tidak kebagian pupuk subsidi. Mereka membayar pupuk sesuai harga pasaran non-subsidi. Ini ironi, karena dilihat produksi pupuk khusus untuk subsidi dari tahun 2017 hingga 2020 rata-ratanya sekitar 8 sampai 9 juta ton. Ini setara dengan rata-rata antara Rp 28,5 triliun hingga Rp 31 triliun”, urai Nevi.
Politisi PKS ini menyadari bahwa rata-rata realisasi penyaluran pupuk bersubsidi tahun 2014-2018, membutuhkan pupuk sebanyak 9,12 juta ton atau setara dengan Rp 32,58 triliun. “Sehingga untuk alokasi pupuk bersubsidi, secara rata-rata data series kekurangan uang lebih kurang Rp 7,3 triliun di 3 tahun terakhir,” ujar Nevi.
Untuk tahun 2021 ini, Nevi mempertanyakan kebutuhan pupuk subsidi yang mencapai 23,3 juta ton atau senilai Rp 67,12 triliun. Sementara itu, kemampuan APBN 2021 tidak bisa memberikan sesuai dengan kebutuhan subsidi pupuk tersebut.
“Saya meminta pada Kementerian BUMN, agar memperjelas roadmap-nya hingga 2024. Sehingga perusahaan-perusahaan holding seperti PT Pupuk Indonesia, mampu memberikan performa yang baik ketika bertindak sebagai perusahaan yang berorientasi profit, juga sekaligus menerima beban APBN yang menjalankan kinerja non-profit seperti PSO. PT Pupuk Indonesia mesti dapat menjalankan kinerjanya membagi dua bidang ini secara baik sehingga profesionalitasnya terjaga dan integritasnya terlindungi,” pungkas Nevi. (ms7)