Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Analis: Aksi Beli Warnai Perdagangan IHSG

×

Analis: Aksi Beli Warnai Perdagangan IHSG

Sebarkan artikel ini

mediasumutku.com | JAKARTA – IHSG berada di level 6.193,79 atau menguat 0,11% penutupan perdagangan Senin (9/12) kemarin dari sehari sebelumnya. Investor asing kembali mencatatkan aksi beli bersih (net foreign buy) di pasar modal dalam negeri. Hal tersebut pun berpengaruh pada penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pekan lalu.

Dibandingkan dengan periode 25 November-29 November, net foreign buy pada periode 2 Desember-6 Desember 2019 lalu mengalami kenaikan. Dari yang pekan sebelumnya berada di level Rp 479,68 miliar menjadi Rp 516,80 miliar.

Menurut Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Maximilianus Nico Demus mengatakan aksi beli bersih yang dilakukan oleh asing merupakan hal yang positif. Apalagi sebelumnya pasar modal telah tergerus berturut-turut oleh aksi jual beli.

Sejalan dengan hal tersebut, Nico melihat bahwa IHSG pada pekan ini masih berpotensi bullish. Namun, pekan ini juga menjadi pekan yang krusial bagi pasar modal, lantaran kesepakatan antara Amerika (AS) dan China akan diuji.

Baca Juga:   Akhir Perdagangan IHSG Melorot 0,85% ke 6.225

“Apabila ternyata kesepakatan ditandatangani, tentu minggu ketiga pasar kita masih akan menggeliat positif. Namun, apabila ternyata tidak ada kesepakatan, tentu pasar akan bereaksi negatif di mana akan terjadi aksi ambil untung,” ujarnya.

Nico menambahkan ada beberapa sentimen yang menjadi perhatian selama sepekan ke depan yang dapat mempengaruhi perkembangan IHSG.

Sentimen pertama yang akan menjadi perhatian pasar adalah pertemuan The Fed yang dijadwalkan pada 12 Desember.

Nico memperkirakan The Fed tidak akan mengubah tingkat suku bunganya di Federal Open Market Committee (FOMC) meeting pada tanggal 12 Desember nanti.

Hal yang menjadi perhatian adalah bagaimana The Fed akan memandang perekonomian serta potensi pemangkasan tingkat suku bunga AS pada tahun depan. Pasalnya, sejauh ini Nico melihat tahun depan masih ada potensi bagi AS untuk memangkas tingkat suku bunganya sekali lagi. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi AS ke depannya.

Baca Juga:   Ketua APINDO Sumut DR Parlindungan Purba : Walaupun Sudah Divaksin, Kita Tetap Ingatkan Pengusaha Agar Terapkan Prokes dengan Ketat

Sentimen kedua adalah mengenai data inflasi Amerika yang akan keluar pada tanggal 11 Desember mendatang. Sejauh ini Nico menilai bahwa inflasi Amerika akan naik dari sebelumnya 1,8% menjadi 2%. Perkiraan kenaikan inflasi ini akan menjadi sebuah modal penting bagi AS bahwa ternyata target inflasi sebesar 2% sudah terpenuhi. Apalagi fokus utamanya adalah menjaga tingkat inflasi konsisten berada pada kisaran 2%.

Sentimen ketiga adalah pertemuan antara Bank Sentral Eropa dan FOMC di tanggal yang sama dengan pelaksanaan FOMC meeting. Hal yang membuatnya menarik adalah karena pertemuan ini merupakan pertemuan pertama di bawah kepemimpinan Christine Lagarde.

Sentimen keempat adalah anjloknya Gross Domestic Product (GDP) Jepang menjadi 0,1%. Meskipun hal tersebut menjadi sebuah pertanda yang kurang baik bagi perekonomian Jepang, tetapi menurut perkiraan GDP Jepang ini akan mengalami sedikit kenaikan dan menghindarkan potensi resesi.

Baca Juga:   21 Tahun Garda Oto Unggul Makin Diperkuat dengan Penghargaan Best Car Insurance di Ajang IBBA 2023

Terakhir, inflasi China yang terus menerus mengalami pelemahan. Pasalnya, hal tersebut dikhawatirkan akan melemahkan daya beli yang terjadi di China dan membuat tingkat pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan.

Saham-saham yang dibeli oleh asing pada aksi beli bersih pekan lalu di antaranya adalah PT MNC Kapital Indonesia Tbk (BCAP), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Pacific Strategic Financial Tbk (APIC), dan PT Sinar Mas Multiartha Tbk (SMMA).

Nico menyarankan investor untuk melihat perkembangan pasar terlebih dahulu. Apalagi ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi harga saham ke depannya.

“Oleh sebab itu, mencermati pekan ini akan menjadi bekal yang baik untuk kita untuk membuat keputusan. Apakah akan melakukan realisasi keuntungan, atau terus mengoleksi saham dan obligasi di harga murah?” tukas Nico.