Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Berinvestasi Saham, Begini Cara Minimalisir Risikonya

×

Berinvestasi Saham, Begini Cara Minimalisir Risikonya

Sebarkan artikel ini

mediasumutku.com| MEDAN- Harga saham tidak selalu mengalami kenaikan. Ada kalanya harga saham turun, disebabkan kinerja keuangan perusahaan yang memburuk atau menurun, atau disebabkan situasi ekonomi, dan persoalan pada industri yang digelutinya.

“Contohnya, jika ada kebijakan yang mengganggu perkembangan perusahaan. Jika investor hendak mencairkan dana investasi, harga saham sedang turun di bawah harga beli saham. Maka investor tersebut mengalami capital loss (kerugian). Dividen saham pun tidak selalu dibagikan karena bergantung pada keputusan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham),” kata Kepala Bursa Efek Indonesia Wilayah Sumut, Pintor Nasution, Minggu (24/1/2021).

Jika mayoritas pemegang saham dalam RUPS memutuskan untuk menggunakan keuntungan perusahaan seluruhnya untuk ekspansi usaha. Misalnya, bisa saja dividen tidak dibagikan. Untuk itu, dibutuhkan pengetahuan bagaimana meminimalisir risiko dalam berinvestasi saham.

Baca Juga:   Investasi Saham di Pasar Modal jadi Alternatif Bagi Investor

“Cara meminimalisasi risiko dalam berinvestasi saham di pasar modal adalah dengan melakukan investasi jangka panjang. Semakin panjang waktu berinvestasi, semakin besar potensi keuntungan. Jangka panjang di pasar saham, yaitu biasanya di atas lima tahun,”jelasnya.

Cara lain untuk meminimalisir risiko lanjut Pintor, adalah dengan melakukan diversifikasi, yaitu membeli lebih dari satu saham.

Semakin bervariasi atau terdiversifikasi portofolio saham, maka potensi risiko lebih kecil, karena jika ada saham yang harganya turun, tetap bisa mendapatkan keuntungan dari saham lain yang harganya naik.

“Instrumen lain adalah surat utang atau disebut juga obligasi. Ada dua jenis surat utang yang tercatat di BEI, yaitu Surat Utang Negara yang diterbitkan pemerintah dan surat utang korporasi yang dikenal dengan obligasi yang diterbitkan perusahaan atau emiten,” ujarnya.

Baca Juga:   Akhir Perdagangan, IHSG Merosot 1,04% ke 6.257

Cara memperjualbelikan obligasi hampir sama seperti saham. Investor dapat menggunakan perantara perusahaan sekuritas sebagai broker yang membantu mentransaksikan instrumen investasi. Transaksi jual beli juga dapat dilakukan melalui bantuan personal dealer di perusahaan sekuritas, atau melalui sistem perdagangan online.

“Perbedaan saham dan obligasi, ialah, jika saham merupakan bukti kepemilikan perusahaan, sementara obligasi merupakan bukti pinjaman perusahaan kepada investor,”ujarnya.

Itu sebabnya, kata dia, pada instrumen obligasi ada tanggal jatuh tempo. Saat obligasi jatuh tempo, maka modal yang disetorkan investor akan dibayarkan kembali oleh emiten penerbit obligasi, dan obligasi tersebut tidak tercatat lagi di BEI. Tetapi, jika investor tidak mau menunggu tanggal jatuh tempo, bisa memperjualbelikannya di BEI seperti prinsip jual beli saham.

Baca Juga:   Enam Arahan untuk Kemendag di Tahun Pemulihan

Keuntungan berinvestasi di obligasi adalah capital gain, jika harga beli obligasi lebih rendah dibanding harga saat menjual kembali. Selain itu, ada keuntungan berupa kupon bunga yang dibayarkan perusahaan penerbit obligasi kepada investor setiap bulan, tiga bulan, atau tergantung kontrak yang tercantum pada prospektus penerbitan obligasi.

“Risiko berinvestasi pada instrumen surat utang adalah capital loss, jika harga jual obligasi lebih rendah dari harga saat membeli,” pungkasnya. (MS11)