Scroll untuk baca artikel
Berita SumutHeadlineMedanSumut

FGD Kebencanaan USM Indonesia Bahas Format Pengurangan Risiko Bencana Yang Ideal di Sumut

×

FGD Kebencanaan USM Indonesia Bahas Format Pengurangan Risiko Bencana Yang Ideal di Sumut

Sebarkan artikel ini

MEDAN-Universitas Sari Mutiara (USM) Indonesia gelar Focus Group Discussion (FGD) Format Pengurangan Risiko Bencana (PRB) yang Ideal di Ign Washington Purba Hall Medan, Sabtu (10/6).

USM Indonesia menggelar FGD bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumut, Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah I Medan dan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Sumut.

Menurut Ketua Yayasan Sari Mutiara Dr Parlindungan Purba, SH, MM, bencana bisa terjadi karena alam, non-alam dan akibat perbuatan manusia. Bencana tak bisa kita kurangi atau hentikan, tapi risikonya bisa kita kurangi.

”Kegiatan ini untuk mencari format yang paling ideal guna mengurangi risiko bencana,” katanya.

Tokoh masyarakat Sumut ini menyarankan pada pemerintah dan pihak terkait agar di dalam program asuransi bencana alam yang menyangkut masyarakat kelas menengah ke bawah. Pemerintah juga harus mengalokasikan anggaran untuk asuransi aset yang dimiliki masyarakat.

Kepala BPBD Provinsi Sumut Tuahta Ramajaya Saragih AP MSi ketika membuka FGD menyampaikan apresiasi terhadap kepedulian USM Indonesia menggelar FGD terkait pengurangan risiko bencana.

Ketua FPRB Sumut Dr H Bahdin Nur Tanjung SE MM juga menilai kepedulian Ketua Yayasan dan Rektor sangat besar serta berperan aktif dalam menangani bencana yang terjadi di daerah ini.

Baca Juga:   Lepas 1.242 Wisudawan, Rektor: Jadilah Pribadi yang Adaptif, Inovatif dan Kreatif

FGD yang digelar di USM Indonesia tersebut menghadirkan tiga nara sumber yaitu Kepala BBMKG Wilayah I Medan Hendro Nugroho ST MSi, Rektor USM Indonesia Dr Ivan Elisabeth Purba MKes dan Pembina Forum Fasilitator Ketangguhan Bencana (F2KB) Drs Syafri Nasution MM dengan moderator Penata Penanggulangan Bencana Ahli Muda BPBD Sumut Drs Dariyus M Sinulingga MSP.

Kepala BBMKG Wilayah I Medan Hendro Nugroho mengutarakan siaga bencana geo-hidrometeorologi di Sumut. ”Jenis bencana hidrometeorologi pada musim kemarau yakni krisis air bersih, gagal panen, Karhutla dan asap. Pada musim hujan yakni banjir, gelombang tinggi, longsor dan puting beliung. Kerugian materi yang diakibatkan bencana hidrometeorologi lebih banyak daripada bencana geologi,” katanya.

Hendro Nugroho juga berbagai aktivitas BMKG baik sekolah lapang gempa, BMKG Goes to School, edukasi publik mitigasi bencana, memasang rambu evakuasi tsunami, edukasi evakuasi mandiri, latihan evakuasi secara berkala dan membentuk kelompok masyarakat siaga bencana.

Kemudian memiliki materi edukasi yang disebarluaskan, memiliki peta bahaya tsunami dan jalur evakuasi serta memasang rambu, membuat jalur evakuasi dan titik kumpul.

Kepala BBMKG juga mengutarakan pengunaan solusi bangunan tahan gempa dan ramah tsunami, pembuatan hutan pantai untuk mereduksi terjangan tsunami, memahami cara selamat saat terjadi tsunami dan peringatan dini yang menyelamatkan dari tsunami.

Baca Juga:   Wabup Sergai Dukung Perekonomian Masyarakat Bawah

“Urusan bencana adalah tanggung jawab kita bersama, pembangunan harus memperhatikan potensi bencana serta masyarakat berperan memelihara dan menjaga ‘mata-mata’ bencana,” tandasnya.

Selanjutnya, Rektor USM Indonesia Dr Ivan Elisabeth Purba MKes mengutarakan peran perguruan tinggi dalam penguatan ketangguhan bencana di Sumut. Ia mengutarakan bahwa sumber bencana karena perbuatan manusia (salah kelola tata ruang). Tata ruang pemukiman diluar kaidah peruntukan dan alih fungsi hutan.

Kontribusi perguruan tinggi, kata Ivan meliputi pendidikan kebencanaan terintegrasi dengan kurikulum di semua level pendidikan (KKN tematik), pelibatan para akademisi/pakar dalam melaksanakan penelitian/kajian penanggulangan bencana serta pengabdian masyarakat (pendampingan masyarakat di daerah rawan bencana dan daerah terdampak bencana.

“Sinergi multi sektor (pentahelix) dalam pengurangan risiko bencana sangat menentukan. BNPB/BPBD bersama perguruan tinggi bekerja sama dalam mewujudkan pemulihan ekonomi dan sosial pasca-bencana. Memperkuat peran kearifan lokal dan budaya di daerah rawan bencana. Meningkatkan kegiatan penanggulangan bencana sampai desa/kelurahan dengan berbasis keluarga,” katanya.

Ivan menyebut USM Indonesia termasuk anggota Forum Perguruan Tinggi Pengurangan Risiko Bencana. Kampus ini juga sejak lama terlibat dalam penanggulangan bencana dan aktif mengikuti pelatihan kebencanaan.

Baca Juga:   Sungai Deli Meluap, Ribuan Rumah Terendam Banjir

Bahkan pernah dijadikan tempat pelatihan kader Covid-19 dan melatih dua ribu relawan.

”Kampus ini sudah sejak lama berkolaborasi dalam penanggulangan dan pengurangan risiko bencana,” tandasnya.

Ia menambahkan bahwa kontribusi perguruan tinggi diantaranya melalui pendidikan kebencanaan terintegrasi dengan kurikulum di semua level pendidikan dan penelitian/kajian penanggulangan bencana. Kemudian pengabdian masyarakat, pendampingan masyarakat di daerah rawan dan daerah terdampak bencana.

Paparan Drs Syafri Nasution MM tentang membangun budaya sadar bencana berbasis kearifan lokal dalam pengurangan risiko bencana perlu menjadi pertimbangan.
”Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan atau faktor non-alam maupun manusia yang menyebabkan timbul korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta dan dampak psikologis,” paparnya.

Konsepsi mitigasi bencana (pengurangan risiko bencana), lanjut Syafri Nasution, dengan menjauhkan masyarakat dengan bencana. Kemudian menjauhkan bencana dari masyarakat, hidup harmoni dengan bencana serta menumbuhkembangkan dan mendorong kearifan lokal masyarakat dalam penanggulangan bencana.

Di akhir kegiatan, beberapa dari peserta diskusi menyampaikan pertanyaan dan dijawab secara bergantian oleh ketiga narasumber.