mediasumutku.com | MEDAN – Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi memimpin pertemuan bersama sejumlah kalangan di antaranya dari para akademisi, organisasi kemasyarakatan, organisasi buruh, serta media massa guna menyampaikan rencana kajian Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang saat ini menjadi pembahasan publik, di Pendopo Rumah Dinas Gubernur, Jalan Jenderal Sudirman 41 Medan, Kamis (15/10).
Hadir di antaranya Ketua DPRD Sumut Baskami Ginting, Sekdaprov Sumut R Sabrina, Rektor USU Runtung Sitepu, Rektor UMSU Agussani, Rektor Unimed Syamsul Gultom, Rektor UHN Haposan Siallagan, Plt Rektor UIN SU Syafaruddin, Ketua PWI Sumut Hermansjah, Sekum MUI Sumut Ardiansyah serta sejumlah perwakilan buruh dan lembaga lainnya.
Dalam pertemuan tersebut disampaikan bahwa setidaknya ada 11 klaster permasalahan dalam UU Cipta Kerja, dimana pemerintah telah melakukan kajian terhadap kebijakan yang diperlukan dalam penciptaan lapangan kerja, serta kebutuhan atas regulasi yang diperlukan. Termasuk mengevaluasi berbagai undang-undang yang perlu dilakukan penyempurnaan.
Berdasarkan kajian tersebut, pemerintah telah mengidentifikasi beberapa aspek yang diperlukan dalam cipta kerja, yang dibagi dalam 11 klaster permasalahan yaitu penyederhanaan perizinan; persyaratan investasi; ketenagakerjaan; kemudahan, pemberdayaan dan perlindungan UMKM dan perkoperasian; kemudahan berusaha; dukungan riset dan inovasi; administrasi pemerintahan; pengenaan sanksi; pengadaan lahan; investasi dan proyek strategis nasional; dan kawasan ekonomi.
“Kita sudah mendapatkan draf UU Omnibus Law Cipta Kerja dan kita bagikan untuk dipelajari oleh masing-masing pihak. Jadi kita bagi per klaster. Setelah itu minggu depan, kita akan mulai diskusi dari klaster 1 sampai 11,” ujar Gubernur, usai memimpin rapat penjelasan teknis UU Cipta Kerja.
Diperkirakan Gubernur, kajian ini akan memakan waktu selama 11 hari, jika perhari dapat dituntaskan sebanyak 1 klaster. Dirinya berharap hasilnya menjadi masukan yang baik dari Sumut guna disampaikan kepada Persiden RI. Karenanya berbagai lembaga terkait mulai dari akademisi, ormas, organisasi buruh dan lainnya diikutsertakan dalam kajian ini.
Tidak boleh merusak
Namun dinamika yang muncul di masyarakat, diakui Edy, sebagai bagian dari hak warga negara dalam menyampaikan pendapat di depan umum. Hanya saja ia mengingatkan agar tetap menjaga ketertiban, tidak merusak fasilitas atau mengganggu kepentingan umum. Meskipun pada dasarnya ia mengimbau rakyat untuk menahan diri.
“Mereka kan membicarakan tentang Omnibus Law. Ini kita sedang bahas dari hasil permintaan saudara-saudara kita itu. Untuk itu jangan dulu ribut. Nanti setelah kita bahas, kita sosialisasikan dan kita edukasi, baru boleh kita perbincangkan. Tetapi menyampaikan pendapat di depan umum kan sah saja, yang tidak boleh itu merusak,” jelas Edy.
Sementara Wakil Ketua PW Muhammadiyah Sumut, Abdul Hakim Siagian menyampaikan apresiasi atas langkah yang diambil Gubernur, menyikapi persoalan yang muncul di masyarakat terkait UU Cipta Kerja. Sebab dari dinamika ini, justru berbagai elemen diminta memberikan pandangan dan masukan hingga kajian terhadap produk hukum tersebut.
“Menurut hemat saya, ini sangat akomodatif sekali. Jangan-jangan barangkali dia (Gubernur) sedang mempraktekkan visi misi bermartabat. Sekarang ini, masing-masing pihak diberikan tanggung jawab berupa kajian. Sangat tepat, apalagi setelah nanti dapat bahan resmi yang sama, hasilnya akan diteruskan dan mudah-mudahan jadi masukan dan pertimbangan dari Sumatera Utara bagi Presiden,” jelas Abdul Hakim.
Cara ini, kata Abdul Hakim, menunjukkan ada kebersamaan serta sikap elegansi keberadaban sebagai warga negara. Sehingga langkah meminta masukan ini juga bisa dikatakan sebagai tantangan oleh Gubernur kepada segenap komponen masyarakat yang memiliki perbedaan cara pandang dan menarik untuk dilakukan.
“Yang pasti, Pak Gubernur kan meminta siapapun yang cerita tentang Omnibus Law, cukupkan argumentasi alasannya dan dasarnya. Jangan kita berdebat, membacanya pun belum. Kan itu yang jadi masalah. Jadi menutup itu, penyampaian Undang-Undang ini sangat tepat, karena masih tetap bergejolak. Sehingga langkah ini pantas mendapat apresiasi oleh menteri,” sebutnya.
Sedangkan dari buruh sendiri, Ketua Serikat Buruh Perkebunan Indonesia (Serbundo) Loren Aritonang menyampaikan satu dari beberapa keberatan mereka terhadap lahirnya UU ini adalah pemutusan hubungan langsung antara pekerja (buruh) dengan pengusaha karena adanya regulasi tentang penggunaan lembaga penyalur tenaga kerja atau dikenal dengan istilah outsourcing. Untuk itu pihaknya juga akan memberikan masukan berdasarkan kajian yang akan mereka lakukan sebagaimana diharapkan Gubernur.