PALUTA – Dalam upaya penegakan keadilan pada perkara tindak pidana umum (Pidum) berupa penyelesaian perkara di luar persidangan, Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang Lawas Utara (Paluta), Provinsi Sumatera Utara telah menghentikan penuntutan terhadap tiga tersangka pada dua perkara Pidum berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice/RJ).
ADALAH sebuah keputusan sangat tepat keputusan Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang Lawas Utara (Paluta) Sumatera Utara (Sumut) sebagai satu dari tiga wilayah percontohan (pilot project) untuk program Rumah Restorative Justice (RJ) di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut.
Kajari Paluta Hartam Edyanto, SH, MH
Betapa tidak dikatakan demikian. Jaksa Agung RI ST Burhanuddin baru saja meresmikan Rumah RJ secara nasional, termasuk tiga Rumah RJ di wilayah hukum Kejati Sumut.
Sebagaimana diketahui, sebagai wujud nyata dan bentuk keseriusan institusi Kejaksaan dalam memberikan rasa keadilan kepada masyarakat, Jaksa Agung RI ST Burhanuddin melakukan pencanangan dan peresmian Rumah RJ di wilayah 9 Kejati dan 33 Kejari di seluruh Indonesia pada Maret 2022.
Adapun untuk wilayah Kejati Sumut, ada tiga Rumah RJ yang diresmikan meliputi Rumah RJ Pur Pur Sage di Desa Ketaren Kabupaten Karo, Rumah RJ di Desa Keluarga Damai di Desa Sidotani, Kecamatan Bandar, Kabupaten Simalungun, dan Rumah RJ Huta Pardamean Adhyaksa di Desa Purbasinomba, Kecamatan Padangbolak, Kabupaten Paluta.
Dengan kehadiran Rumah RJ di wilayah hukumnya, jajaran pidana umum (Pidum) Kejari Paluta semakin termotivasi untuk melaksanakan amanat Jaksa Agung RI agar insan Adhyaksa mau dan mampu menempuh langkah terobosan hukum dalam menegakkan keadilan pada perkara Pidum, yakni langkah penyelesaian perkara di luar persidangan dengan menghentikan penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice/RJ).
Kasi Pidum Dona Sebayang
Amanat Jaksa Agung tersebut tertuang dalam Peraturan Kejaksaan (Perja) Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Selaras dengan itu, dalam berbagai kesempatan, Jaksa Agung senantiasa mengingatkan insan Adhyaksa agar senantiasa mengedepankan asas keadilan hukum, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum bagi masyarakat dalam melakukan penegakan hukum. Tak kalah pentingnya juga, proses penegakan hukum tersebut harus juga mencerminkan ketertiban hukum.
Keadilan Restoratif telah menjadi salah satu alternatif penyelesaian perkara pidana, di mana hal yang menjadi pembeda dari penyelesaian perkara ini adalah adanya pemulihan keadaan kembali pada keadaan sebelum terjadinya tindak pidana, sehingga melalui konsep penyelesaian keadilan restoratif ini maka kehidupan harmonis di lingkungan masyarakat bisa pulih kembali.
Konsep keadilan restoratif merupakan suatu konsekuensi logis dari asas ultimum remedium, yaitu pidana merupakan jalan terakhir dan sebagai pengejawantahan asas keadilan, proporsionalitas serta asas cepat, sederhana dan biaya ringan.
Berpayung hukum pada Perja RJ itu lah, Kejari Paluta telah menghentikan penuntutan pada tiga perkara Pidum. Landasan utama langkah penghentian penuntutan pada tiga perkara Pidum yang ditempuh Kejari Paluta tersebut adalah menyelesaikan perkara yang adil dengan tujuan pemulihan kembali pada keadaan semula.
Kepala Kejari (Kajari) Paluta, Hartam Edyanto, SH, M.Hum mengungkapkan, Kejari Paluta mendukung penuh dan semaksimal mungkin menjalankan program RJ yang dicanangkan oleh Jaksa Agung.
Mengutip pernyataan Jaksa Agung, Kajari Paluta menuturkan bahwa penyelesaian perkara pidana bisa diselesaikan dengan keadilan restoratif, di mana dalam penerapan RJ ini ada pemulihan keadaan seperti semula sebelum tindak pidana ini terjadi. Sehingga dengan penyelesaian dengan RJ ini kehidupan harmonis di tengah masyarakat bisa pulih kembali.
“Konsep RJ utamanya ditujukan untuk pemulihan dan perdamaian harmoni di dalam masyarakat, sehingga jaksa sebagai penegak hukum dan pemegang azas ‘dominus litis’, harus lebih mengutamakan perdamaian dan pemulihan pada keadaan semula,” kata Kajari Paluta, didampingi Kepala Seksi (Kasi) Pidum Kejari Paluta Dona Martinus Sebayang, SH dan Kasi Intel Kejari Paluta Hendrik Dolok Tambunan, SH, masih mengutip Jaksa Agung.
Karenanya, “Mari kita dukung RJ ini untuk kedamaian kita bersama. Bukan hanya untuk hari ini, tapi juga untuk ke depannya.”
Hentikan Oenuntutan pada Tiga Tersangka
Kajari Paluta Hartam Edyanto menegaskan, Kejari Paluta telah menghentikan penuntutan terhadap dua perkara dengan tiga tersangka berdasarkan pendekatan RJ.
Hartam Edyanto menyebutkan, penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif tetap berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 tahun 2020 yang bertujuan, untuk menjaga harmonisasi dan keadilan di tengah masyarakat.
“Penerapan keadilan restoratif terhadap sebuah perkara harus melalui serangkaian proses dan syarat yang telah ditentukan. Apabila syaratnya terpenuhi dan disetujui Jampidum Kejagung RI, proses penghentian penuntutan bisa direalisasikan,” terang Kajari Paluta Hartam Edyanto.
“Penghentian penuntutan melalui Restorative Justice (RJ) ini merupakan penyelesaian tindak pidana dengan pendekatan yang mengutamakan terciptanya keadilan, terlebih antara pelaku dan korban juga diketahui masih ada hubungan keluarga dekat,” imbuh Hartam.
Perkara pertama yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah perkara tindak pidana yang berkaitan dengan pasal 367 ayat (2) KUHP tentang tindak pidana pencurian dalam keluarga, dengan tersangka atas nama Dodi Pratama Ritonga (22).
Kejari Paluta telah melaksanakan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif terhadap berkas perkara tersebut pada 31 Januari 2022. Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan itu telah diserahkan kepada tersangka dan korban.
Kasi Pidum Dona Martinus Sebayang menerangkan, penghentian penuntutan berkas perkara hasil penyidikan Polri Nomor: BP/58/XII/2021/RESKRIM tanggal 22 Desember 2021 itu dilaksanakan setelah pihaknya berkoordinasi dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI.
Kronologi perkara, pada 27 Oktober 2021 tersangka Doni mengambil ATM milik ibu kandungnya Elida Siagian (korban) yang berada di dalam dompet yang terletak dalam di kamar tidur ibunya.
Setelah mengambil ATM, terdakwa yang telah mengetahui pin ATM ibunya ini pergi ke ATM Bank Sumut Cabang Gunung Tua dan menarik uang dengan ATM tersebut secara bertahap dengan jumlah total Rp 20.500.000 untuk kepentingan pribadinya.
Atas kejadian tersebut, korban menanyakan kepada Dodi perihal tersebut dan terdakwa mengakuinya dan selanjutnya sang ibu membuat pengaduan ke Polsek Padang Bolak.
Atas perbuatannya, tersangka dikenakan Pasal 367 ayat (2) Jo Pasal 362 KUHP.
Dona Sebayang menuturkan sekelumit alasan dan pertimbangan penghentian penuntutan terhadap tersangka pada perkara tersebut.
“Penghentian penuntutan terhadap tersangka pada perkara ini dengan alasan keadilan restoratif karena telah terpenuhi ketentuan pasal 5 Perja RJ yakni tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana penjara 2 tahun 8 bulan (tidak lebih dari 5 tahun), telah ada kesepakatan perdamaian antara para tersangka dan korban dan masyarakat merespons positif,” beber Dona Sebayang.
Selain itu, lanjut Dona, korban telah mencabut pengaduannya pada 25 Januari 2022 (memenuhi syarat Pasal 75 KUHP). Sementara perkara merupakan delik aduan. Dan telah terjadi perdamaian antara korban dan pelaku.
Masih kata Dona, penghentian penuntutan berkas perkara ini juga dihadiri kepala lingkungan (Kepling) V Kelurahan Pasar Gunung Tua, penyidik Polsek Padang Bolak, Kasi Intel Kejari Paluta Hendrik Dolok Tambunan, SH, dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sesy Septiana br Sembiring, SH, MH.
Untuk perkara kedua, Dona Martinus menyampaikan, pada 23 Maret 2022, Kejari Paluta juga telah melaksanakan penghentian penuntutan dengan penerapan RJ terhadap tersangka I Justan Efendi Harahap (39) dan tersangka II Adi Gunawan Harahap (38)u ntuk perkara tindak pidana pengrusakan secara bersama-sama.
Kedua tersangka ini merupakan warga Desa Pangkal Dolok Lama, Kecamatan Batangonang. Adapun yang menjadi korban dalam perkara ini atas nama Sapii Nasution, warga Desa Pasar Matanggor.
Kronologi perkara, pada Jumat (12 Februari 2021), tersangka I Justan Efendi Harahap dan tersangka II Adi Gunawan Harahap mendatangi kebun saksi korban Sapii Nasution yang berada di Desa Batang Onang Baru, Kecamatan Batang Onang, Kabupaten Paluta dan langsung merusak pagar yang mengelilingi tanah kebun saksi korban dengan cara membongkar pagar kawat berduri hingga rusak dan tidak berada pada posisi semula. Sehingga tersangka I dan tersangka II bisa masuk ke kebun saksi korban. Kedua tersangka melakukan pengrusakan tanawan sawit milik saksi korban dengan cara menumbangkan batang sawit, kemudian membakar rumput-rumput yang telah mati kering yang telah disemprot dengan racun rumput.
Akibat rumput yang terbakar tersebut, beberapa batang sawit ikut terbakar dan mati. Tananan sawit tersebut ada yang mati karena kepanasan. Akibat perbuatan tersangka I dan tersangka II itu, saksi korban mengalami kerugian kurang lebih Rp 30 juta. Adapun alasan kedua tersangka melakukan pengrusakan tersebut adalah karena para tersangka merasa bahwa kebun milik saksi korban adalah tanah ulayat Desa Pangkal Dolok Lama.
Ats perbuatannya, kedua tersangka dikenakan Pasal 406 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 atau Pasal 170 ayat (1) KUHP.
Mengapa perkara ini dihentikan penuntutannya berdasarkan alasan keadilan restoratif, Kasi Pidum Kejari Paluta Dona M. Sebayang menerangkan, karena telah terpenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Perja RJ, antara lain para tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana penjara 2 tahun 8 bulan (tidak lebih dari 5 tahun), telah ada kesepakatan perdamaian antara para tersangka dan korban dan masyarakat merespons positif.
“Penghentian penuntutan pada perkara ini juga telah memenuhi kerangka pikir keadilan restoratif antara lain dengan memperhatikan kepentingan korban dan kepentingan hukum lain yang dilindungi, menghindari stigma negatif, menghindari pembalasan, respons dan keharmonisan masyarakat serta ketertiban umum,” ujar Dona lebih lanjut.
“Alasan penghentian penuntutan ini juga mempertimbangkan sejumlah keadaan seperti kategori dan ancaman tindak pidana yang tidak lebih dari 5 tahun, para tersangka dan korban masih ada hubungan keluarga, tingkat ketercelaan, ‘cost and benefit’ penanganan perkara, adanya perdamaian antara korban dan para pelaku, serta pemulihan kembali pada keadaan semula (ketentuan Pasal 4 Perja RJ) sehingga upaya perdamaian bisa dilaksankan,” lanjut Dona.
“Yang paling mendasar dalam penghentian penuntutan ini adalah adanya perdamaian antara tersangka dan korban dan direspons positif oleh keluarga,” tandas Dona.
Proses penghentian penuntutan berkas perkara hasil penyidikan Polri Nomor: BP/78/XII/2021/RESKRIM tanggal 06 Desember 2022 yang dilaksanakan di Rumah RJ Kejari Paluta Desa Purba Sinomba, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Paluta itu menghadirkan tokoh masyarakat, tokoh adat, keluarga, penyidik dari kepolisian, dan disaksikan JPU MJ Harahap serta Kasubsi Pidum Verawati Br Manalu.
Dona Sebayang menambahkan, untuk dua perkara yang penuntutannya dihentikan dengan pendekatan keadilan restoratif, tersangka meminta maaf kepada korban. Antara tersangka dan korban ada kesepakatan berdamai dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.