MEDAN – Ketua TP PKK Sumatera Utara (Sumut) Nawal Lubis menyampaikan bahwa seorang perempuan khususnya sebagai istri dan ibu, memiliki peran yang sangat penting dalam keluarga, sekalipun punya aktivitas lain di luar rumah. Isu kesetaraan gender pun menurutnya harus disikapi dengan bijaksana, mengingat peran mencari nafkah bagi kaum hawa adalah hal biasa saat ini.
Hal itu disampaikan Nawal usai menjadi narasumber kegiatan Webinar tentang Keselarasan Keseimbangan Berorganisasi dan Berkeluarga bagi Perempuan, di Rumah Dinas Gubernur, Jalan Jenderal Sudirman Nomor 41 Medan, Kamis (12/8). Turut mendampingi Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Sumut Nurlela, serta sejumlah pejabat lain.
Dalam webinar tersebut, Nawal menyampaikan bahwa seorang perempuan dalam keluarga, baik sebagai istri maupun ibu adalah sebuah contoh teladan atau dalam istilah asing, role model. Sehingga, seberapa sibuk pun seseorang itu, tetap bisa menjalankan perannya dengan baik di dalam keluarganya.
“Saya selalu membawanya pada sudut pandang bahwa seorang istri harus mengurus rumah tangga, suami dan anak-anaknya. Itu tugasnya. Tetapi memang zaman kan terus berubah, kita diharuskan mengikuti berbagai aktivitas di luar. Seperti saya dulu seorang istri prajurit (TNI), masuk di organisasi Persit Kartika Chandra Kirana, saya bingung. Sementara suami (Edy Rahmayadi) pasti inginnya nyaman saat kita tinggal,” sebut Nawal Lubis.
Dengan kondisi itu, lanjut Nawal, seorang istri harus menyiapkan terlebih dahulu apa yang menjadi kebutuhan keluarga sebelum beraktivitas di luar rumah. Setidaknya, perlu ada izin dari sang suami jika ingin keluar rumah.
“Dan saya sudah menyiapkan semuanya termasuk ke mari ini harus sudah saya siapkan. Dari makannya, pakaiannya dan keperluannya. Jadi nanti saya tidak dimarahi suami. Begitu juga saya pesankan ke anak (perempuan) saya, agar melakukan yang sama kepada suaminya,” kata Nawal, sambil tersenyum.
Terkait hal itu, katanya, paradigma tentang kesetaraan gender adalah satu hal yang baik. Namun dirinya menilai bahwa tidak sedikit yang kemudian menjadikan wacana itu sebagai alasan kuat bagi perempuan menunjukkan eksistensinya dalam rumah tangga yang berakibat kurang baik.
“Kenapa laki-laki banyak yang kurang menerima isu kesetaraan gender ini, karena terkadang perempuan jika sudah banyak di luar, sering merasa lebih dari suaminya. Akhirnya sampai di rumah, pandai melawan suami, bisa berpendapat,” jelas Nawal.
Untuk itu, lanjut Nawal, diharapkan kepada kaum ibu terutama yang punya aktivitas di luar rumah, agar tetap menjaga sikap kepada suami dan anak-anak. Sebab seorang perempuan dalam rumah tangga, adalah teladan atau role model bagi semua. Sehingga jika contoh yang diberikan baik, maka semuanya bisa berjalan baik, terutama anak yang akan meniru.
“Kita ini yang menjadi contoh. Jadi kesetaraan gender itu, jangan membuat kita lupa bahwa perempuan adalah role model dalam keluarga kita,” pungkasnya.
Sementara narasumber lainnya, Lenny Rosalin selaku Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian PPPA RI menyebutkan, pentingnya pemerintah daerah menjadikan kabupaten/kota ramah perempuan dan pedui anak, hingga tingkat desa. Sehingga jika tuntutan agar perempuan bekerja demi kebutuhan ekonomi keluarga, perlu ada sistem seperti pengasuhan berbasis hak anak untuk memastikan ada yang mengasuh dengan pembiayaan dari desa.
Hal ini merujuk pada berbagai pengalaman bagaimana seorang ibu harus bekerja sambil membawa anaknya ke lokasi pekerjaan karena belum bisa ditinggal di rumah. Terutama mereka yang secara kemampuan ekonomi, tidak memungkinkan untuk mempekerjakan orang mengasuh anaknya di rumah.
“Yang terpenting juga bagaimana tingkat kekerasan kepada perempuan dan anak tidak ada lagi. Persentase perempuan wirausaha di desa, tidak ada usia anak yang diperkerjakan, dan tidak ada perkawinan usia muda (di bawah 19 tahun). Saya berharap Sumut bisa menjadi provinsi yang dapat mewujudkan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak,” jelasnya.