mediasumutku.com | JAKARTA – Sepanjang tahun 2019 menjadi tahun yang berat bagi komoditas, termasuk salah satunya tembaga. Sentimen eksternal menjadi faktor utama penyebab harga komoditas tertekan. Bahkan harga tembaga sempat menyentuh level US$ 5.610 per metrik ton pada Selasa (3/9) atau level terendah semenjak 2018.
Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim menjelaskan, rontoknya harga tembaga disebabkan oleh perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Polemik perang dagang ini menjadi sentimen utama melemahnya harga komoditas termasuk tembaga sepanjang tahun lalu.
Menurutnya, perang dagang antara AS dan China memperlambat pertumbuhan ekonomi global mengakibatkan berkurangnya transaksi ekspor impor untuk berbagai komoditas. Alhasil, permintaan tembaga pun berkurang menyebabkan oversupply.
Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono menambahkan meskipun harga tembaga sempat rontok di kuartal II hingga kuartal III, tembaga sempat rebound pada awal Desember.
Rebound yang terjadi di awal Desember disebabkan adanya kesepakatan perdagangan antara AS dan China. AS dan China membangun klausul perdamaian perdagangan yang kemungkinan akan ditandatangani tanggal 15 Januari nanti.
“Kesepakatan dagang fase 1 berhasil mengangkat kekhawatiran,” tuturnya kepada kontan.co.id.
Dalam klausul tertuang pengurangan tarif produk China ke AS, kewajiban China untuk meningkatkan pembelian produk pertanian AS, dan perubahan kekayaan intelektual dan teknologi.
Namun, Ibrahim dan Wahyu sepakat tembaga memiliki prospek yang lebih baik di tahun ini menyusul membaiknya kondisi global. Secara ringkas sedikitnya ada dua faktor yang mendorong stabilitas harga tembaga tahun ini.
Pertama, tercapainya kesepakatan dagang antara AS dan China. Jika perang dagang usai maka kondisi perekonomian global akan membaik. Transaksi ekspor dan impor komoditas diproyeksikan akan tumbuh lebih baik dari tahun lalu.
Kedua, permintaan tembaga diprediksi meningkat. Dengan ditandatanganinya kesepakatan AS – China, permintaan komoditas dari China akan kembali meningkat.
Ibrahim memproyeksikan impor China akan naik tiga kali lipat dari tahun lalu. Alhasil, permintaan terhadap tembaga sebagai salah satu bahan dasar untuk otomotif, energi terbarukan serta infrastruktur berpeluang meningkat tahun ini.
Mengutip Bloomberg, Jumat (10/1) pukul 17.30 WIB, harga tembaga untuk kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange (LME) berada di level US$ 6.180 per metrik ton atau naik 0,03% dari sesi perdagangan kemarin.
Ibrahim memprediksi harga tembaga hingga akhir tahun akan berada pada rentang US$ 5.000 hingga US$ 7.000 per metrik ton dengan catatan faktor fundamental seperti kondisi ekonomi global menunjukkan perbaikan.
Sedangkan, Wahyu memprediksi harga tembaga hingga akhir tahun ada di rentang US$ 5.500 hingga US$ 7.200 per metrik ton.