Mediasumutku.com | Jakarta : Kenaikan level polda dari tipe B menjadi tipe A diyakini tidak menjamin peningkatan kualitas pelayanan masyarakat. Hal itu disampaikan anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Andrea H Poeloengan menyikapi peningkatan status tujuh polda.
Ketujuh polda tersebut yaitu Polda Sulawesi Tenggara (Sultra), Polda Sulawesi Barat (Sulbar), Polda Kalimantan Utara (Kaltara), Polda Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Polda Gorontalo, Polda Maluku Utara (Malut) dan Polda Papua Barat.
“Peningkatan tipe Polda dari B ke A, dan pimpinan poldanya naik satu tingkat pangkatnya, sama sekali tidak dapat menjamin bahwa layanan masyarakat lebih baik,” kata Andrea dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (18/4/2020).
Dia menuturkan, kenaikan tipe polda tidak akan berdampak langsung terhadap pelayanan masyarakat selama tidak melakukan perubahan terhadap hal yang mendasar. Menurutnya keliru jika peningkatan tipe dianggap sebagai peningkatan pelayanan.
“Jika kenaikan pangkat dianggap linear dengan kualitas layanan, ini cara berpikir yang sangat aneh. Berbahaya, jika masyarakat pun ikut salah berpikir, dengan menghasilkan ekspektasi yang tidak dapat dipenuhi oleh Polri,” terangnya.
Andrea mencontohkan, Polda NTT dan Polda Kaltara setelah kenaikan tipe justru Polda NTT meninggalkan masalah karena jumlah personel menjadi berkurang, sehingga banyak jabatan kosong.
Kenaikan tipe A pada tahun 2017, kemudian pada tahun 2019 daftar susunan personel kurang, sehingga pada tahun 2019 tersebut meminta tambahan kuota anggota/perwira Polri.
“Kunjungan kerja ke Polda NTT dan polda-polda lainya, menemukan hal yang sama, bahwa kekurangcukupan jumlah personel, kurangnya peralatan, kurangnya kantor, kurangnya perumahan, kurangnya kesempatan secara merata untuk meningkatkan kemampuan seperti sekolah, dikjur dan pelatihan ternyata lebih sangat terkait langsung dengan kualitas pelayanan terhadap masyarakat yang dilaksanakan oleh Polri. Jadi bukan karena tipe dan pangkat di tipe polda tersebut,” tambahnya.
Begitu pula di Polda Kaltara saat baru terbentuk, persiapan hingga operasionalnya kata dia masih belum optimal. Berawal dari polda tipe B yang pemenuhuan kebutuhan personelnya ‘dicicil’ bersama mako, kantor berikut fasilitasnya.
“Poldanya secara regulasi sudah ada. Secara fisik, dengan kepiawaian individu kapoldanya, maka bersyukur dengan susah payah, mendapatkan gedung untuk mako, lahan untuk asrama, gedung untuk SPN, dan lain-lain,” kata Andrea.
“Prestasi penangkapan narkoba juga sangat baik. Ini menunjukkan bahwa walaupun tipe B, upaya untuk melayani masyarakat dengan segala keterbatasannya sangat baik sekali,” sambungnya.
Karena itu kata dia, kenaikan tipe polda, hanya administrasi birokrasi tidak dapat dikaitkan langsung dengan kualitas layanan terhadap masyarakt. Saat ini lanjutnya, yang terpenting jika ingin pelayanan masyarakat menjadi optimal, maka seluruh kebutuhan dasar dan minimal jajaran Polda tersebut harus dipenuhi. Sehingga amat fair jika ingin meminta pertanggungjawaban polda yang bersangkutan.
“Karena hakekat ancaman, tantangan, gangguan, dan hambatannya sama, bahwa ujung-ujungnya adalah bagaimana memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, maka tidak perlu ada turun-naik tipe, karena hanya akan merusak tatanan birokrasi, anggaran, sarana prasarana, maupun sumber daya manusia,” kata dia.
“Jika ternyata dalam pelaksanaan tugas-tugasnya dianggap kurang maksimal, maka kapolda dan para pejabat yang menjabatnya yang diganti, kemudian diberikan sanksi,” tambahnya.
Lebih jauh dia menjelaskan bahwa kenaikan tipe polda baik secara struktural, kapolda sebagai pimpinan di wilayah setingkat provinsi, memang sudah layak dipimpin oleh pati bintang dua. Berdasarkan UU Polri, juga diberi tanggungjawab untuk mengamankan kebijakan pemerintah daerah.
“Peningkatan tipe polda untuk ke 34 polda menjadi polda tipe A adalah suatu keharusan. Selama ini perbedaan di antaranya membatasi jumlah personel, struktur jabatan dan kepangkatan antar polda tipe A dan B berkali-kali saya sampaikan adalah hal yang tidak masuk akal,” jelasnya.
Polri kata dia, sebagai penanggung jawab keamanan utama dan terdepan sebagaimana amanah Pasal 30 UUD 1945, mempunyai kompleksitas ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan yang pada hakikatnya sama, sehingga jajarannya dituntut untuk lebih profesional.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis resmi menaikkan tujuh tipe polda dari B menjadi A. Kenaikan tipe itu sudah disetujui oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Tjahjo Kumolo yang tertuang dalam surat bernomor: B/7821/XII/OTL.1.1.3/2019 tertanggal 31 Desember 2019.
Sementara, Karopenmas Divsi Humas Polri, Brigjen Pol Argo Yuwono menyebut bahwa ketujuh polda itu dinaikkan statusnya berdasarkan sejumlah pertimbangan. Salah satunya karena luas wilayah dan potensi kriminalitas yang tinggi sehingga perlu keamanan lebih kuat.
“Rencananya, 22 April 2020 nanti Pak Kapolri akan menaikkan tipologi tujuh polda tersebut,” kata Argo.