Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

OJK Keluarkan Aturan Penagihan yang Dilakukan Debt Collector

×

OJK Keluarkan Aturan Penagihan yang Dilakukan Debt Collector

Sebarkan artikel ini
Foto : Ilustrasi/int

mediasumutku.com| MEDAN– Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan aturan yakni POJK Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, perusahaan pembiayaan diperbolehkan untuk bekerjasama dengan pihak ketiga dalam rangka penagihan.

Pihak ketiga di bidang penagihan yang lebih dikenal dengan istilah debt collector. Penagihan yang dimaksud adalah segala upaya yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan untuk memperoleh haknya atas kewajiban debitur untuk membayar angsuran, termasuk di dalamnya melakukan eksekusi agunan dalam hal debitur wanprestasi.

Namun untuk diketahui bahwa Debt Collector itu tak sembarangan melakukan penarikan, semisalnya penarikan sepeda motor, mobil dan lainnya terhadap konsumen.

Juru Bicara OJK, Sekar Putih Djarot menerangkan, untuk melakukan penagihan, debt collector diwajibkan membawa kelengkapan dokumen mulai dari; Kartu identitas, Sertifikat Profesi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang pembiayaan yang terdaftar di OJK, Surat tugas dari Perusahaan Pembiayaan, Bukti dokumen debitur wanprestas, serta Salinan sertifikat jaminan Fidusia.

Baca Juga:   Dampak PPKM Darurat, OJK Revisi Proyeksi Kredit 2021 jadi 6 Persen

“Seluruh dokumen tersebut digunakan untuk memperkuat aspek legalitas hukum dalam proses penagihan pinjaman sehingga mencegah terjadinya dispute,” terang Sekar Putih Djarot, Jumat (30/7/2021).

Selain itu, jelas Sekar Putih Djarot, sebelum pelaksanaan penagihan dan penarikan jaminan, perusahaan diwajibkan mengirim surat peringatan sesuai ketentuan POJK Nomor 35/2018 kepada debitur yang telah wanprestasi.

Perusahan juga memastikan debt Collector untuk melengkapi dokumennya, serta melakukan evaluasi berkala terhadap tata cara penagihan yang dilakukan oleh debt collector, bahkan dengan memberlakukan sanksi kepada pihak yang melanggar ketentuan yang berlaku.

Dari kesemua persyaratan kepada pihak ketiga itu, tegas Djarot, debt Collector yang menjalankan proses penagihan, dilarang melakukan tindakan-tindakan yang berpotensi menimbulkan masalah hukum dan sosial, seperti menggunakan cara ancaman, melakukan tindakan kekerasan yang bersifat mempermalukan konsumen, serta memberikan tekanan baik secara fisik maupun verbal.

Baca Juga:   CEO Printerous Berbagi Kiat Sukses Jadi Wirausahawan

“Jika hal tersebut dilakukan, bagi debt collector maupun Perusahaan Pembiayaan terkait akan dapat berpotensi terkena sanksi hukum berupa pidana maupun sosial berupa stigma negatif dari masyarakat,” tegas Djarot.

Bahkan, OJK juga akan meninndak tegas perusahaan pembiayaan yang menggunakan debt collector melanggar hukum.

“OJK telah memberi sanksi kepada sejumlah perusahaan pembiayaan yang tidak memenuhi ketentuan, baik berupa sanksi peringatan, pembekuan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha,” paparnya.

Di isi lain, kata Djarot, debitur agar memiliki itikad baik dalam menyelesaikan kewajiban dan menyampaikan kepada perusahaan pembiayaan jika memiliki kendala dalam pembayaran angsuran.

Sebagai bagian dari edukasi kepada publik, OJK bersama-sama Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Kemenkumham, dan Kepolisian rutin melakukan sosialisasi Fidusia dengan target peserta dari publik, polisi, akademisi, debt collector, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Perusahaan Pembiayaan.

Baca Juga:   Bulan Inklusi Keuangan, Asuransi Astra Berikan Literasi dan Inklusi ke 3.447 Individu Sasaran Prioritas OJK

Hal ini dilakukan sebagai bagian dari mencerdaskan masyarakat dari sisi regulasi serta memberikan pemahaman terutama mengenai Fidusia yang memang memiliki dudukan legalitas yang jelas dalam kontruksi hukum nasional.

Debitur yang memiliki keluhan atau pengaduan dapat menyampaikan secara langsung ke Perusahaan Pembiayaan terkait untuk menempuh prosedur internal dispute resolution (IDR) atau menyampaikan penanganan dan penyelesaian pengaduan konsumen melalui mekanisme internal Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) tanpa melibatkan pihak ketiga.

“Apabila mekanisme tersebut dirasa belum memberikan jawaban yang memuaskan bagi debitur, dipersilakan menyampaikan pengaduan kepada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK) dengan melampirkan kronologi kejadian serta dokumen-dokumen pendukung agar dapat segera ditindaklanjuti,” katanya. (MS11)