mediasumutku.com | BANDA ACEH – Qanun Aceh tentang Pengelolaan Satwa liar telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh. Qanun memuat, pemburu satwa dilindungi bakal dikenakan hukuman tambahan berupa cambuk 100 kali.
Qanun Pengelolaan Satwa ini disahkan dalam rapat paripurna terakhir anggota DPR Aceh periode 2014-2019 pada Minggu (27/9/2019) lalu. Setelah disahkan, qanun ini akan disosialisasikan lebih dulu dan baru efektif berlaku pada 2020 mendatang.
Mantan Ketua Komisi II DPRA periode lalu sekaligus inisiator qanun ini, Nurzahri, mengatakan, qanun ini dibikin setelah adanya dorongan dari berbagai pihak khususnya pegiat lingkungan di Aceh. Dorongan itu didasari banyaknya kasus perburuan satwa namun kasusnya tidak diungkap dengan tuntas.
“Kita Pemprov Aceh dan DPRA merumuskan (qanun) untuk mengambil tanggung jawab pengelolaan kawasan hutan tersebut dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi,” kata Nurzahri saat dikonfirmasi wartawan, Senin (7/10/2019).
Menurutnya, dalam qanun yang berisi 42 pasal memuat banyak hal, mulai dari jenis satwa dilindungi hingga sanksi bagi para pemburu serta pejabat yang punya kewenangan mengelola hutan. Dalam qanun disebutkan, ada tiga kategori yang diterapkan hukuman cambuk.
Nurzahri menjelaskan, hukuman cambuk pertama diterapkan terhadap pemburu satwa yang dilindungi secara nasional seperti harimau, badak, gajah serta lainnya. Untuk pemburu jenis satwa ini, mereka dikenakan sanksi sesuai diatur dalam Undang-undang Konservasi ditambah hukuman cambuk hingga 100 kali.
Sementara kategori kedua yaitu pemburu satwa yang dilindungi di Aceh. Untuk jenis satwanya, nanti akan diatur lewat peraturan gubernur setelah dilakukan penelitian.
“Untuk jenis satwa dilindungi di Aceh, dalam qanun hanya diatur mekanisme penetapan. Jadi tidak bisa menetapkan sesuka hati jenis satwa apa saja yang dilindungi tapi harus ada proses penelitian, kajian akademik sehingga bisa benar-benar bisa ditetapkan. Nanti penetapan jenis satwa itu ditetapkan melalui Pergub,” jelas Nurzahri.
“Nah untuk pemburu satwa yang dilindungi di Aceh hanya dikenakan hukuman cambuk saja,” ungkapnya.
Sementara kategori ketiga yaitu pejabat berwenang yang diberikan kewajiban dalam mengelola satwa. Namun karena akibat akibat kelalaiannya mengakibatkan terjadinya kejahatan satwa atau matinya satwa.
“Maka dia juga akan diancam dengan hukumam cambuk,” bebernya.
Hukuman terhadap pemburu hingga pejabat diatur dalam Bab XIIII Ketentuan Pidana Pasal 36. Isi lengkapnya adalah:
(1) Setiap Orang dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dipidana dengan merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Peraturan perundang-undangan di bidang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
(2) Setiap Orang dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf a sampai dengan huruf e dan huruf g diancam dengan ‘uqubat ta’zir cambuk paling banyak 60 (enam puluh) kali atau denda paling banyak 600 (enam ratus) gram emas murni.
(3) Setiap Orang dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf f diancam dengan hukuman pidana merujuk pada ketentuan yang diatur Peraturan perundang-undangan di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
(4) Setiap pejabat yang berwenang dengan sengaja melakukan pembiaran terjadinya perbuatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 30 dan Pasal 31 karena kelalaiannya mengeluarkan izin dan/atau membiarkan terjadinya kejahatan dan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 30 dan Pasal 31 diancam dengan ‘uqubat ta’zir cambuk paling banyak 100 (seratus) kali atau denda paling banyak 1.000 (seribu) gram emas murni.
(5) Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (3) pelaku juga diberikan hukuman tambahan dengan’uqubat ta’zir cambuk paling banyak 100 (seratus) kali atau denda paling banyak 1.000 (seribu) gram emas murni.
(6) Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) adalah kejahatan. (dtc)