mediasumutku.com| MEDAN- Kinerja perekonomian Sumatera Utara kalau mengacu kepada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) memang lebih buruk dari rata-rata nasional. Yang menjadi ketakutan adalah melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumut secara kuartal. Sehingga, dapat disebut bahwa resesi di Sumut bisa saja berlanjut.
“Kita tahu bahwa pertumbuhan ekonomi Sumut kuartal III ke kuartal IV justru melambat 0.05 persen,” kata Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin, Senin (8/2/2021).
Jadi, katanya, ekonomi di bulan Juli-September ke Oktober-Desember 2020 itu kinerjanya tumbuh tapi melambat. Padahal, kuartal IV itu ada Natal, dan persiapan belanja besar masyarakat menjelang tahun baru.
“Namun, yang terjadi justru sebaliknya, pertumbuhan secara kuartalan tidak terjadi lompatan besar. Inilah yang membuat pertumbuhan ekonomi di Sumut minus 1.07 persen (c-to-c) atau selama tahun 2020. Lebih baik dari nasional yang angkanya -2.07 persen,” ujarnya.
Sebelumnya, Gunawan melihat, Sumut berpeluang untuk tumbuh negatif dikisaran angka 1 persen pada tahun 2020, jadi memang tidak jauh dari perkiraan.
“Saya meletakan dasar bahwa, pada kuartal ke IV, ekonomi Sumut seharusnya berputar jauh lebih kencang dibandingkan kuartal III yang notabenenya tidak ada perayaan besar keagamaan yang memicu belanja disitu,” ujarnya.
Kalau kuartal ke IV 2020 lebih buruk dibandingkan kuartal ke IV 2019. Kondisi itu sudah barang pasti terjadi. Membandingkan pertumbuhan ekonomi Sumut kuartal ke IV 2019 ke kuartal IV 2020 itu kontraksinya besar sekali, angkanya -2.96 persen. Lebih buruk dari nasional yang angkanya 2.19 persen.
“Apa yang bisa digambarkan dari perekonomian Sumut tersebut adalah kita memiliki masalah serius pada daya beli. Satu hal yang harus kita ingat, dalam setahun atau selama 2020, itu daya beli terus terpuruk. Yang telah digambarkan oleh penurunan pertumbuhan ekonomi yang negatif 1.07 persen. Padahal, Desember itu ada Natal hingga jelang perayaan Tahun baru,”katanya.
Belanja di bulan Natal bagi umat kristiani tak ubahnya belanja masyarakat muslim menjelang lebaran.
“Dan kalau kondisinya justru terkontraksi seperti itu, maka kita berada pada suatu kesimpulan besar bahwa belanja masyarakat Sumut menurun tajam,”ujarnya.
Pandemi yang belum berakhir dan justru terjadi kenaikan pada sjeumlah komoditas pangan belakangan ini. Seharusnya pemangku kebijakan tidak bisa tidur tenang dengan gambaran seperti itu. Sumut masih dalam resesi, dan resesi ini berpeluang berlanjut di awal tahun ini.
“Kita tidak bisa lantas mengasumsikan bahwa pandemic covid 19 teratasi, lantas kita bisa duduk tenang melihat pemulihan ekonomi terjadi dengan sendirinya. Karena, kita tengah berhadapan dengan variabel yang tak bisa diprediksikan. Yang bisa merusak kinerja ekonomi seketika. Inflasi yang terbentuk selama akhir tahun tahun memastikan bahwa kenaikan harga bukan karena pemulihan daya beli,”pungkasnya. (MS11)