medaisumutku.com| MEDAN- Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA), melakukan studi tentang situasi dan kondisi anak yang tinggal di perkebunan kelapa sawit, khususnya di desa pekebunan sawit skala kecil. Tujuannya sebagai upaya validasi dampak industri kelapa sawit terhadap pemenuhan kepentingan terbaik bagi anak.
“Selanjutnya fakta-fakta yang terkumpul kemudian dianalisis dan menghasilkan luaran yaitu
kerangka ketangguhan dan praktik pertanian “ramah keluarga” (Familly Friendly and
Resillience Farming),” sebut Keumala Dewi selaku Direktur Eksekutif PKPA, Jum’at (18/12/2020).
Dikatakannya, untuk memperkuat kerangka ketangguhan ini maka dibutuhkan masukan-masukan dari berbagai pemangku kepentingan (Stakeholder) tingkat daerah dan nasional.
“PKPA dengan dukungan dari ICCO Cooperation melalui program Civic Engagement Alliance (CEA) bersama dengan UNICEF Indonesia berkolaborasi dengan PAACLA Indonesia (Partnership for Action Against Child Labour in Agriculture) menggelar seminar nasional,” sebutnya.
Seminar nasional ini bertujuan untuk mempresentasikan panduan aksi ketangguhan dan ramah keluarga bagi petani sawit skala kecil kepada stakeholder untuk mendapatkan masukan-masukan memperkuat aksi kongkrit.
Disebutkan Keumala, studi yang dilakukan PKPA menunjukkan bahwa anak masih memiliki kerentanan pada masyarakat petani sawit skala kecil. Partisipasi dan perlindungan anak masih sangat rendah, akses terhadap ketrampilan dan kecakapan hidup juga rendah, sehingga menimbulkan tren pernikahan di usia muda.
“Tidak hanya itu, keluarga juga umumnya melibatkan anak dalam mengelola kebun setelah anak pulang dari sekolah tanpa ada prosedur identifikasi, penilaian risiko, dan dampak,” jelas Keumala.
Menanggapi temuan-temuan dalam studi yang dilakukan PKPA, Sigit Iko selaku salah satu
narasumber dalam seminar nasional ini memaparkan, salah satu solusi yang ditawarkan,
yaitu ‘Wigatra Sawit Keluarga Tangguh Ramah Anak’ yang bertujuan untuk membentuk
keluarga tangguh sebagai pemilik dan pengelola perkebunan kelapa sawit keluarga yang peduli dan bertanggung jawab atas hak serta masa depan anak yang lebih baik.
“Keluarga tangguh juga memiliki kemampuan mengelola perkebunan kelapa sawit sebagai
sumber penghasilannya secara baik, menguntungkan, taat pada aturan yang berlaku, sehingga terwujudlah sebuah usaha perkebunan skala keluarga yang berkelanjuta,” paparnya.(MS11)