Scroll untuk baca artikel
Nasional

Restorative Justice: Paradigma Baru untuk Keadilan Hukum di Indonesia

×

Restorative Justice: Paradigma Baru untuk Keadilan Hukum di Indonesia

Sebarkan artikel ini

Jakarta – Restorative justice atau keadilan restoratif kian mencuat sebagai pendekatan progresif yang menawarkan solusi bagi tantangan keadilan hukum di Indonesia. Dengan menitikberatkan pada pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat, pendekatan ini dianggap mampu membawa perubahan signifikan dalam sistem hukum yang selama ini lebih mengedepankan aspek penghukuman.

Affandi Affan, SH, MH, CTA, seorang praktisi hukum sekaligus Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah, menilai bahwa restorative justice adalah jalan keluar bagi sistem hukum Indonesia yang kerap dinilai kurang humanis. “Restorative justice bukan sekadar penyelesaian perkara, melainkan upaya untuk memulihkan harmoni sosial yang terganggu akibat tindak pidana,” ujar Affandi, Jumat (13/12/2024).

Ia menegaskan, pendekatan ini memberikan ruang bagi korban untuk mendapatkan haknya, pelaku untuk bertanggung jawab, dan masyarakat untuk kembali merasakan keadilan. “Keadilan restoratif mampu menciptakan keseimbangan yang sangat dibutuhkan di tengah masyarakat kita,” tambahnya.

Baca Juga:   Pererat Hubungan, UIN SU Jalin Silaturahmi Dengan Mitra Media

Dasar Hukum Restorative Justice di Indonesia

Pendekatan restorative justice memiliki landasan hukum yang kuat melalui beberapa peraturan perundangan:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
    Pasal 184 ayat (1) KUHP memungkinkan hakim mempertimbangkan penyelesaian konflik melalui perdamaian antara pelaku dan korban, terutama untuk tindak pidana ringan.
  2. Peraturan Kejaksaan RI No. 15 Tahun 2020
    Pasal 8 ayat (2) menyebutkan bahwa penuntutan dapat dihentikan jika pelaku dan korban sepakat berdamai, asalkan kerugian telah diperbaiki dan hubungan sosial dipulihkan.
  3. Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2021
    Regulasi ini mendorong polisi menyelesaikan kasus pidana ringan dengan pendekatan restorative justice untuk menciptakan perdamaian sebelum kasus berlanjut ke tahap hukum.
  4. Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2018
    Peraturan ini memberi panduan kepada hakim untuk memfasilitasi mediasi sebagai bagian dari proses peradilan restoratif.
Baca Juga:   Para Pelajar Kota Bandung Bersiap Kembali Sekolah Tatap Muka

Perspektif Para Ahli

Konsep restorative justice mendapatkan dukungan dari sejumlah ahli. Prof. Muladi dalam bukunya Restorative Justice: Sebuah Perspektif Hukum Progresif menyatakan bahwa pendekatan ini bukan hanya solusi humanis, tetapi juga cara efektif untuk mengurangi tekanan pada sistem peradilan sekaligus memperkuat harmoni sosial.

Hal senada disampaikan Prof. Satjipto Rahardjo dalam karya tulisnya Hukum dan Perubahan Sosial. Menurutnya, hukum seharusnya menjadi alat untuk menciptakan keseimbangan sosial. “Restorative justice adalah bentuk hukum yang lebih manusiawi, yang menjembatani antara keadilan formal dan kebutuhan sosial masyarakat,” tulisnya.

Tantangan dan Harapan

Affandi Affan yang juga Managing Partner Serambi Law Firm menyoroti pentingnya mengintegrasikan restorative justice ke dalam praktik aparat penegak hukum. “Polisi, jaksa, dan hakim harus memprioritaskan pendekatan ini untuk mengurangi residivisme, meringankan beban sistem hukum, dan menciptakan keadilan yang lebih manusiawi,” katanya.

Baca Juga:   Gubernur AAL Dorong para Taruna Berani Tampilkan Bakat & Kemampuannya

Ia juga mengingatkan bahwa pelaksanaan restorative justice harus dilakukan dengan pendekatan yang bijaksana, mengutamakan rekonsiliasi, dan tetap menghormati hak-hak korban. “Proses hukum yang berlarut-larut sering kali memperburuk dampak sosial. Dengan restorative justice, kita bisa mencegah hal itu dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum,” jelasnya.

Pendekatan restorative justice tidak hanya menawarkan solusi atas persoalan hukum, tetapi juga menjadi langkah konkret untuk memperkuat harmoni sosial di Indonesia. Dengan kolaborasi semua pihak, pendekatan ini diharapkan mampu menjadi jawaban atas kebutuhan keadilan yang lebih inklusif dan humanis. (MS10)