mediasumutku.com | JAKARTA – Transaksi perdagangan Kamis (14/11) kemarin Harga minyak mentah dunia semakin panas. Setelah data industri terbaru menunjukkan penurunan pasokan minyak mentah Amerika Serikat (AS).
Ditambah komentar dari kelompok negara pengekspor minyak (OPEC) yang menyatakan produksi minyak serpih (shale) AS pada 2020 lebih rendah dari prediksi.
Berdasarkan data Bloomberg, pukul 22.22 WIB, minyak Brent pengiriman Januari 2020 ke level US$ 63,05 per barel atau naik 1,09% dari sesi sebelumnya. Melanjutkan kenaikan dua hari.
Sedangkan, minyak West Texas Intermediate (WTI) pengiriman Desember 2019 ke level US$ 57,70 per barel atau naik 1,02% dari sesi sebelumnya.
American Petroleum Institute melaporkan penurunan tak terduga dalam stok minyak mentah AS sebesar 541.000 barel dalam sepekan hingga 8 November, terhadap ekspektasi analis akan kenaikan 1,6 juta barel.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) OPEC Mohammad Barkindo mengatakan kemungkinan akan ada revisi pasokan ke tahun 2020, terutama dari minyak serpih AS.
Barkindo mengatakan masih terlalu dini untuk mengatakan apakah pengurangan produksi lebih lanjut diperlukan.
Hari ini, OPEC memprediksi surplus minyak mentah tahun depan akan menipis. Meskipun masih mengharapkan permintaan minyak mentahnya turun lantaran negara pengekspor minyak lainnya tengah memompa minyak lebih banyak.
Dengan penurunan permintaan minyak dapat menekan kelompok eksportir dan mitranya seperti Rusia untuk mempertahankan pembatasan pasokan pada pertemuan 5-6 Desember.
“Hitungan mundur ke pertemuan Negara-negara OPEC telah dimulai, dan pertanyaan apakah kelompok itu dan sekutunya akan memangkas pasokan lebih lanjut,” kata Norbert Rucker, kepala ekonom bank Swiss Julius Baer dilansir dari Reuters.
“Kondisi pasar saat ini sedang menguji kesabaran dan kohesi negara-negara minyak … Setiap perubahan besar dalam kebijakan akan mengejutkan”.
American Petroleum Institute melaporkan penurunan tak terduga dalam stok minyak mentah AS sebesar 541.000 barel dalam sepekan hingga 8 November, terhadap ekspektasi analis akan kenaikan 1,6 juta barel.