Medan, Mediasumutku.com– Selama 18 tahun terakhir atau sejak 2001 hingga 2018, Provinsi Sumatera Utara telah kehilangan hutan seluas 345.000 hektar (ha) yang diperuntukan untuk berbagai aktifitas manusia, seperti perkebunan.
Namun di dalam jangka waktu yang sama, pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara hanya berkisar empat sampai lima persen saja.
Hal ini dikatakan Senior Direktur Terresterial Conservation International (CI) Indonesia Nassat Idris kepada Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi di kantor Gubernur Jalan Diponegoro Medan, Rabu (21/8/2019).
CI Indonesia adalah organisasi nirlaba yang bekerja di Indonesia sejak tahun 1991. CI bergerak di bidang konservasi sumber daya alam darat dan laut.
Dalam pertemuan itu Gubernur didampingi oleh Asisten Administrasi Umum dan Aset Muhamad Fitriyus dan sejumlah pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) Pemprov Sumut.
Sementara Nassat Idris didampingi oleh perwakilan CI Indonesia seperti Ketut Sarjana Putra (Vice President), Iman Santoso (Senior Policy Advisor), Bharaty (Program Manager Sumatera Utara), dan Hetty Tambunan (Communication & Outreach).
Nassat menyebutkan, dari berbagai parameter berbasiskan multicriteria analysis, sekitar 40,3 persen dari luas wilayah Sumatera Utara merupakan daerah dengan sensitivitas tinggi secara ekologis.
Karena itu, kata Nassat, kegiatan perbaikan lingkungan sangat penting dilakukan, juga pengembangan wilayah strategis melalui kegiatan konservasi dan perlindungan tata air, produksi komoditas berkelanjutan, dan restorasi.
Kata dia, ini merupakan strategi kunci untuk mencapai dampak pertumbuhan ekonomi, penciptaan tenaga kerja, dan keberlanjutan ekologis.
Menanggapi hal itu, Gubsu menyebutkan, meski menggenjot pembangunan di berbagai sektor, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pempovsu) tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem dan kelestarian lingkungan.
Dengan demikian, ujarnya, target pembangunan tercapai, namun lingkungan tetap terjaga, asri dan indah.
Untuk menjaga keseimbangan ekosistem, kata Gubernur, beberapa langkah telah diambil seperti melakukan groundbreaking yang menandai dimulainya pelebaran Sungai Badera.
Kata dia, saat itu pepohonan dan bangunan yang berada di bantaran Sungai Badera diratakan.
“Sudah dikaji, yang harusnya sungai sampai selebar delapan meter, kini mengecil. Inilah yang kita tertibkan kemarin,” katanya.
Ke depannya, Edy Rahmayadi, ingin seluruh pembangunan di masa depan harus memperhatikan keberlanjutan dan lingkungan. Jika tidak, risiko yang harus ditanggung dan kerugian yang harus dibayar akibat pembangunan yang tidak terencana justru lebih besar.
“Selama itu untuk kebaikan lingkungan Sumut, tentu Kami siap menerima masukan dan membuka kerja sama atau partnership,” tegas Edy Rahmayadi.(MS1/MS1)