Scroll untuk baca artikel
EkonomiHeadlineNasionalPerkebunan & Pertanian

Tofan Mahdi, Jubir GAPKI: Soal Sawit, Harus Ada Kebijakan Strategis

×

Tofan Mahdi, Jubir GAPKI: Soal Sawit, Harus Ada Kebijakan Strategis

Sebarkan artikel ini

Padang, Mediasumutku.com –  Pemerintah disarankan mengeluarkan kebijakan strategis terkait industri kelapa sawit. Hal ini sangat diperlukan guna memastikan kalau industri sawit nasional tetap tumbuh dan berkelanjutan, baik dari sisi lingkungan maupun bisnis sawit itu sendiri.

Hal ini dikemukakan Tofan Mahdi, Ketua Bidang Komunikasi GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), dalam sebuah diskusi tentang sawit di Kota Padang, Sumatera Barat, Rabu (14/8/2019).

Tofan menyebutkan, hingga beberapa dekade ke depan, perekonomian Indonesia masih akan begantung kepada sektor kelapa sawit. Karena itu perlu kebijakan strategis agar industri sawit tetap tumbuh dengan berkelanjutan, termasuk berkelanjutan dalam aspek bisnis.

“Agak sulit mencari sektor lain di Indonesia yang bisa menggantikan peranan sektor kelapa sawit bagi perekonomian,” kata Tofan.

Tofan mengatakan, sepanjang tahun ini sektor kelapa sawit menghadapi tantangan karena harga minyak sawit yang melemah. Namun beberapa rencana kebijakan strategis pemerintah seperti mandatory B30 yang akan dilaksanakan awal tahun depan, mendorong sentimen positif pasar.

Baca Juga:   Pemimpin Ke Depan Harus Libatkan Anak Muda

“Dalam beberapa hari terakhir harga komoditas sawit perlahan menguat, ini angin segar buat semuanya,” kata Tofan yang menjadi pembicara dalam workshop wartawan dan humas pemerintah di Padang, Sumatera Barat.

Baca juga: Eropa Terus Menekan, Sawit dalam Bahaya

Tahun 2017,  sumbangan devisa ekspor sawit mencapai rekor tertinggi yaitu USD 22,9 miliar atau sekitar Rp 320 triliun. “Melihat tren harga sepanjang tahun 2019, sumbangan devisa ekspor sawit tahun ini akan lebih rendah dibandingkan satu atau dua tahun sebelumnya,” kata Tofan.

Namun Tofan Mahdi optimistis bahwa sektor kelapa sawit sangat prospektif meskipun hambatan dari negara maju semakin berat, seperti dari Uni Eropa. Sebagai pasar ekspor minyak sawit Indonesia terbesar kedua, kebijakan RED II dan kebijakan EU mengenakan bea masuk 18% untuk produk minyak sawit Indonesia, cukup memukul industri sawit.

“Rasanya saat ini tidak ada komoditas lain yang sehebat sawit. komoditas lain sekarang sudah impor, hanya sawit yang ekspor. Ini semua masalah perang dagang. Maka jangan biarkan kampanye negatif mematikan industri ini. Jika dibiarkan, Indonesia bisa-bisa menjadi importir sawit suatu saat nanti. Itu yang negara lain harapkan,” tegas Tofan.

Agar tidak terlalu bergantung terhadap pasar ekspor, Tofan menilai penyerapan dalam negeri perlu dioptimalkan. Kata Tofan, GAPKI mengapresiasi upaya pemerintah yang telah menjalankan program mandatori biodiesel B20 dan B30 pada awal tahun depan.

Baca Juga:   Indeks Persaingan Usaha Meningkat di Masa Pandemi

Hal senada diungkapkan Division Head Biodiesel and Product Development Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia (BPDPKS), Fajar Wahyudi. Fajar optimistis, program mandatori biodiesel akan bisa rampung dalam 3 tahun.

“Penggunaan sawit untuk biodiesel memiliki dampak yang dignifikan yakni menambah lapangan pekerjaan di sektor industri dan perkebunan sawit, meningkatkan demand terhadap CPO, stabilisasi harga CPO dan meningkatkan kesejahteraan petani sawit,” kata Fajar. (MS1/MS1)