MEDAN-Selama tahun 2022, banyak persoalan yang menyangkut kesehatan anak terjadi di Indonesia. Diantaranya adalah kasus gagal ginjal akut, cacar monyet, covid, stunting anak, dan masih tingginya angka perokok anak serta narkoba.
Kordinator Pengendalian Tembakau Yayasan Pusaka Indonesia, Elisabeth menuturkan, dalam catatan akhir tahun 2022, Yayasan Pusaka Indonesia (YPI) melihat ada 5 moment penting bidang kesehatan yang terjadi di Medan. Pertama, hadirnya Walikota Medan dalam event Healthy Cities Summit di Semarang pada bulan Maret. Meskipun Kota Medan belum pernah ikut serta dalam penilaian branding Kota Sehat yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan sejak tahun 2005 lalu.
Kedua, katanya, dilaksanakannya sosialisasi dan penegakan kebijakan pelanggaran Protokol Kesehatan pencegahan Covid 19, serta penegakan tipiring Perda KTR. Terlepas dari kelemahan yang masih ada, edukasi dan penegakan tipiring Prokes Covid serta program vaksinasi dapat mengendalikan penyebaran Covid 19 di masyarakat.
“Sementara untuk tipiring pelanggaran Perda KTR pada tanggal 31 Mei belum dilakukan secara kontiniu, sehingga belum dapat disebut berhasil memaksa kepatuhan masyarakat untuk tidak merokok di wilayah KTR,” katanya.
Hal ini menurutnya, juga dapat terlihat dari masih banyaknya laporan masyarakat terkait pelanggaran KTR melalui Aplikasi PANTAU KTR. Selama tahun 2022, khusus untuk Kota Medan terekam 2452 pelanggaran, dimana pelanggaran KTR di tempat umum tercatat paling tinggi (1270), tempat proses belajar mengajar 563 pelanggaran, tempat kerja 238 pelanggaran, 168 pelanggaran terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan.
Moment ketiga lanjutnya, adalah ketika Kota Medan kembali mendapatkan penghargaan Kota Layak Anak (KLA) kategori Madya. Dalam beberapa tahun terakhir Medan belum berhasil menaikkan peringkat Madya ini ke Nindya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh Pemko Medan adalah dengan memastikan penegakan Perda KTR dan pelarangan iklan dan sponsor rokok di seputar sekolah. Sebab KTR dan implementasi KTR masuk dalam salah satu indikator penilaian KLA.
Selanjutnya, moment keempat adalah tingginya temuan stunting anak di Kota Medan. Tercatat 550 kasus yang terbanyak tersebar di 4 kecamatan (Medan Belawan, Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Deli).
“Temuan ini paralel dengan hasil survey prevalensi perokok Balitbang Medan tahun 2016 lalu. Oleh karenanya di butuhkan langkah-langkah cepat dan terintegrasi lintas OPD untuk menanganinya sehingga stunting anak dapat dicegah dan diturunkan,” katanya.
Terakhir, tambahnya, moment diluncurkannya Universal Health Coverage (UHC) oleh Walikota Medan pada 9 Desember lalu. Program ini diharapkan Pemko dapat memberi pelayanan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan kepada seluruh warganya tanpa ribet dan diskriminasi.
“Program ini patut di dukung namun harus diimbangi dengan program yang sifatnya kuratif agar penyakit dapat dicegah,” ujarnya.
Menurutnya, pembangunan kesehatan bukan hanya pada sarana, prasarana dan layanan (seperti UHC) tetapi juga pada program promotive preventif yang bertujuan untuk perubahan mindset (pola pikir) dan perubahan perilaku dari yang tidak/kurang sehat menjadi lebih sehat.
“Kampanye dan edukasi masyarakat untuk lebih mengutamakan belanja telur dan susu daripada belanja produk tembakau keluarga dapat mencegah terjadinya stunting pada anak, dengan melibatkan multistakeholder,” pungkasnya. (MS7)