mediasumutku.com|MEDAN- Faktor Penyebab terjadinya tindak kekerasan berbasis gender selama masa pandemi Covid-19, yakni, ketika laki-laki yang tidak terbiasa terlibat mengerjakan tugas-tugas domestik di rumah mau tidak mau harus berpartisipasi untuk membantu atau bersama dengan istri menyelesaikan tugas pengasuhan anak, memasak, dan lain-lain.
“Ketika keluarga mulai menghadapi kesulitan ekonomi akibat berkurangnya pendapatan yang diperoleh. Di kalangan keluarga yang berasal dari golongan menengah ke bawah dan terbiasa mengandalkan penghasilan yang sifatnya harian, mereka niscaya berpotensi menghadapi masalah dalam keluarga karena tekanan kebutuhan hidup,” Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Sumatera Utara, Nurlela, Selasa (13/10/2020).
BACA JUGA : Kampung Narkoba di Siantar Di Grebek
Dikatakannya, ketika keluarga harus menghadapi beban kerja rumah tangga yang meningkat, termasuk ketika mereka harus mendampingi anak belajar di rumah. Bagi orang tua yang tidak terbiasa dan tak mampu mendampingi anaknya belajar, tambahan kerja pengasuhan anak seperti itu tentu akan menjadi beban tersendiri yang memicu terjadinya stres yang berkepanjangan.
“Sedangkan untuk angka kekerasan menjadi meningkat akibat para suami kena PHK Hingga WFH. Jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat selama pemberlakukan kebijakan bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH).
Penyebabnya karena tingkat stres masyarakat meningkat,” katanya.
“Jadi penyebab dominan karena faktor ekonomi terjadi pada suaminya WFH dan ada yang di-PHK.
Dalam keadaan kesulitan ekonomi dan perubahan situasi yang biasanya pria berada di luar rumah untuk bekerja, tiba-tiba harus berdiam diri di rumah membuat suasana rumah tangga panas. Dalam hal ini perempuan dan anak sangat rawan menjadi korban dari kekerasan.
“Dilematika pemenuhan kebutuhan bantuan terhadap korban kekerasan di masa pandemi Covid-19. Kekerasan perempuan bukan hanya terjadi di situasi normal sebelum pandemi terjadi saja. Di masa sulit seperti ini, kekerasan perempuan bahkan meningkat,”katanya.
Jadi walaupun di situasi bencana atau konflik, kasus kekerasan tersebut masih sering ditemukan. Bisa terjadi di wilayah publik namun, juga bisa terjadi di wilayah pribadi seperti rumah dan lingkungan sekitar.
“Jadi bukan hanya di tempat kerja atau di tempat umum lainnya pandemi Covid-19 juga memberikan dampak pada tidak maksimalnya pendampingan yang dilakukan penyedia layanan seperti UPT P2TP2A terhadap para korban,” katanya.
Sebab, pendampingan yang biasanya dengan tatap muka sekarang terpaksa dengan komunikasi jarak jauh.
“Jadi korban menanggung masalahnya cenderung kompleks. Harusnya korban butuh ruang yang bisa untuk tempat mereka cari perlindungan, justru kondisi saat ini tidak bisa menghindar untuk mencari tempat aman karena jaga jarak. Sehingga protokol penanganan kasus kekerasan berbasis gender yang dapat digunakan sebagai protokol bersama dalam penanganan kekerasan. Hal ini ditujukan agar korban dan lembaga penyedia layanan tetap bisa memberikan penanganan kasus. Yaitu dengan merujuk pada protokol tersebut,” pungkasnya. (MS11)