Jakarta, Mediasumutku.com– Backlog atau defisit jumlah rumah di Indonesia memang masih tinggi. Tidak tanggung-tanggung, jumlahnya diklaim mendekati 11 juta unit.
Jumlah backlog sebesar itu seakan masih menghantui industri properti di Indonesia. Karena fenomena tersebut, pasar properti tahun ini diyakini masih tinggi.
Pengamat properti Pananginan Simanungkalit mengatakan, hingga akhir tahun ini, permintaan rumah khususnya rumah tapak akan meningkat sekitar 6-8% dibandingkan tahun lalu.
Hal ini dipicu banyaknya generasi muda atau milenial yang mulai bergairah mencari rumah.
“Kapitalisasi pasar perumahan sampai dengan akhir tahun 2019 saya perkirakan berkisar Rp 110-120 triliun,” kata Pananingain, Rabu (28/8/2019).
Hal tersebut diamini oleh CEO Repower Asia Indonesia yang merupakan pengembang properti di kawasan Jabodetabek, Aulia Firdaus.
Menurutnya, tak hanya tapak, peluang bisnis rumah vertikal juga masih terbuka lebar.
“Kami meyakini bahwa peluang bisnis properti hunian tapak maupun vertikal masih cukup besar,” ujar Aulia Firdaus
Dia menambahkan, potensi tersebut salah satunya mengingat rumah tapak masih diminati konsumen, terutama dari segmen keluarga, termasuk keluarga usia muda.
Karena itu, Repower Asia terus mengembangkan proyek rumah tapak di Depok, Jawa Barat.
Melihat tingginya kebutuhan akan hunian, pemerintah sejak tahun 2015 mencanangkan Program Sejuta Rumah (PSR).
Sepanjang rentang empat tahun terakhir, 2015-2018, pemerintah mengklaim bahwa torehan PSR terus meningkat setiap tahunnya.
Pada 2015, disebutkan bahwa PSR merealisasikan sebanyak 699.770 unit.
Lalu, tahun 2016 (805.169 unit), 2017 (904.758 unit), dan 2018 (1.132.621 unit). Untuk 2019, pemerintah menargetkan pembangunan 1,25 juta rumah.
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Khalawi A Hamid pernah mengatakan, tantangan ke depan antara lain adalah ketersediaan lahan di kawasan strategis, terutama, untuk membangun rumah terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Salah satu cara mengatasi hal itu misalnya dengan membangun rumah susun (rusun) dekat dengan stasiun kereta atau transit oriented development (TOD).
Lalu, membangun rusun dengan kombinasi pasar seperti Rusun Pasar Rumput, Jakarta setinggi 25 lantai berjumlah tiga menara. (MS1/dtc)